Cita-cita Slow Living di Malang, Yakin?

Lagi musim nih pertanyaan: 

Di mana kota terbaik untuk menikmati slow living? 

Dan dari berbagai survey di sosial media, muncul nih 5 kota terbaik rekomendasi untuk slow living. Lebih tepatnya sih wilayah yang lebih luas yaa yang mencakup beberapa kota/kabupaten yang bisa dipilih untuk menikmati slow living. 

1. Kedu Raya, yang mencakup Kabupaten Purworejo, Temanggung, Wonosobo, Magelang, dan Kota Magelang, dikenal sebagai kawasan yang tenang.

2. Tasikmalaya Raya, yang meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Pangandaran, Ciamis, dan Garut, juga masuk dalam daftar kota terbaik untuk slow living.

3. Malang Raya, yang terdiri dari Kabupaten Malang, Batu, dan Kota Malang, terkenal dengan pemandangannya yang indah dan kekayaan budayanya.

4. Banyumas Raya, meliputi Kabupaten Purbalingga, Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, dan Cilacap yang cocok untuk hidup santai.

5. Kedungsepur. Area di Kedungsepur yang cocok untuk slow living adalah Kabupaten Semarang, Demak, Grobogan, dan Kendal, tak tertinggal Kota Semarang dan Salatiga

Kupas poin no 3 yuks, benarkah slow living di Malang Raya jadi destinasi terbaik? Sebagai pendatang  yang sudah 12 tahun tinggal di Malang, boleh sih saya kasih point of view yaaa tentang ini. 

slow living di Malang


Apa Itu Slow Living?  

Konsep slow living adalah pendekatan hidup yang mengajak kita untuk lebih mindful dan menghargai waktu yang kita miliki, serta fokus pada kualitas kehidupan, bukan hanya kecepatan atau produktivitas. Ini adalah reaksi terhadap budaya modern yang seringkali mengutamakan kesibukan dan konsumsi cepat.

Dalam slow living, seseorang cenderung menghindari gaya hidup yang terburu-buru dan mengutamakan keseimbangan. Beberapa prinsip utamanya meliputi:

  1. Menghargai waktu – Mengalokasikan waktu untuk aktivitas yang benar-benar memberi arti dan kepuasan, seperti menghabiskan waktu bersama keluarga, menikmati alam, atau mengejar hobi.
  2. Konsumerisme yang sadar – Membeli barang-barang dengan pertimbangan yang lebih matang, seperti kualitas, keberlanjutan, atau dampaknya terhadap lingkungan.
  3. Mindfulness dan kesederhanaan – Fokus pada momen saat ini, mengurangi stres, dan menghindari multitasking yang bisa membuat kita merasa terbebani.
  4. Kesehatan dan kesejahteraan – Memprioritaskan perawatan diri, baik fisik maupun mental, dengan mengatur rutinitas yang lebih lambat dan lebih stabil.

Slow living bukan berarti menjalani kehidupan dengan lambat dalam arti literal, tetapi lebih pada cara kita mengelola waktu dan fokus kita, menciptakan ruang untuk menikmati hal-hal yang penting dalam hidup dengan penuh perhatian dan kualitas.

Slow Living di Malang, Yakin? 

air terjun tumpak sewu
Air Terjun Tumpak Sewu

Bisa jadi Malang adalah pilihan yang tepat untuk menikmati gaya hidup slow living. Kota ini memiliki banyak karakteristik yang mendukung konsep tersebut, dengan keseimbangan antara kehidupan perkotaan yang tidak terlalu sibuk dan keindahan alam yang melimpah. 

  1. Suasana yang Tenang dan Sejuk: Malang dikenal dengan udaranya yang sejuk dan lingkungan yang lebih tenang dibandingkan kota-kota besar lainnya. Dengan pemandangan pegunungan di sekitarnya, kamu bisa merasakan ketenangan dan jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar.

  2. Keindahan Alam: Dikelilingi oleh alam yang indah, seperti Gunung Bromo, Coban Rondo, dan berbagai taman kota, Malang menawarkan banyak tempat untuk menikmati ketenangan alam. Kamu bisa hiking, bersepeda santai, atau hanya sekadar menikmati suasana alam yang tenang.

  3. Kehidupan yang Tidak Terburu-buru: Malang memiliki tempo hidup yang lebih lambat dibandingkan kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Warga kota lebih santai, dan segala sesuatunya tidak tergesa-gesa, memberi ruang untuk menikmati momen-momen sehari-hari.

  4. Budaya Lokal yang Kaya: Dengan berbagai pasar tradisional dan budaya lokal, Malang memberi kesempatan untuk menikmati kegiatan yang lebih lambat dan bermakna, seperti berjalan-jalan di pasar, mencicipi kuliner lokal, atau terlibat dalam kegiatan komunitas.

  5. Akses ke Ruang Hijau: Malang memiliki banyak taman kota dan ruang terbuka hijau yang bisa digunakan untuk beristirahat, meditasi, atau sekadar menikmati waktu sendiri.

  6. Komunitas yang Ramah: Malang juga memiliki komunitas yang ramah dan kreatif. Hubungan sosial juga cenderung lebih dekat, yang memberi kesan bahwa kita lebih terhubung satu sama lain, serta mendukung kehidupan yang lebih sederhana dan penuh perhatian.

Tapi.... 

Salah satu tantangan utama di Malang adalah masalah transportasi umum yang saya sebut jelek banget atau halusnya belum memadai, terutama jika dibandingkan dengan kota-kota besar yang memiliki sistem transportasi massal yang lebih lengkap. Malang masih bergantung pada kendaraan pribadi, angkutan umum yang terbatas, dan ojol yang terbilang banyak.

Apalagi kalau mengharapkan bisa menjelajahi wisata-wisata alam yang seliweran di Instagram itu, ketahuilah lokasinya bukan di dalam kota. Kalau nggak kabupaten, ya di Batu, yang keduanya posisinya belasan sampai puluhan kilometer dari Kota Malang. 

Jadi tetap saja mau wisata butuh effort di transportasi yang tidak mudah itu. Sementara untuk menjalani slow living dengan penuh ketenangan, kita harus memiliki akses yang mudah dan bebas stres menuju berbagai tempat. Kurangnya transportasi massal yang efisien dan infrastruktur jalan yang terkadang macet pada jam-jam sibuk di beberapa area bisa menjadi tantangan.

Untuk fasilitas umum, relatif tersedia mudah dan banyak pilihan sampai ke kecamatan-kecamatan. Tapi, seperti rumah sakit rujukan utama memang hanya ada di pusat kota. Pastikan kalau ada kasus-kasus spesial seperti golongan darah langka, ya itu mesti ke RS Syaiful Anwar atau markas PMI pusat. Ih emang ada golongan darah langka? Adaaa.. teman saya Manda Alienda tuh contohnya. 

Selain transportasi, tantangan lain berikutnya adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat, terutama karena banyaknya mahasiswa dan warga dari luar kota yang datang. Meskipun Kota Malang masih relatif lebih tenang dibandingkan dengan kota besar lainnya, penambahan jumlah penduduk bisa berdampak pada kemacetan dan kepadatan di beberapa area tertentu. Hal ini bisa mengganggu pengalaman slow living, terutama di pusat kota.

Jadi, bijaklah mempertimbangkan tempat di mana mau menikmati slow living. Malang oke, tapi Malang bagian mana? Bagian kota maupun pinggiran dua-duanya punya tantangan tersendiri. Lebih baik tentukan juga tujuan slow livingnya mau ngapain? Kalau mau sambil remote working, ya pastikan akses internet dan akses lain yang dibutuhkan bisa terjangkau dengan cepat. Jangan remote working di Dampit misal, kejauhan kalau mau kemana-mana dan akses internetnya bisa jadi terbatas. Tapi kalau mau menikmati semilir aroma kopi setiap hari, punya bisnis seputar kopi, ya Dampit dan sekitarnyalah tujuannya. 

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url