[Review Buku] Things Left Behind - Yang Kita Pelajari dari Mereka yang Telah Tiada

Yang tersisa pada kita setelah kematian orang terdekat kita akhirnya bukanlah rumah, warisan, kehormatan, tetapi satu hal ini: kesenangan bahwa kita mengasihi seseorang atau disayangi oleh seseorang. 

Pernahkah kita bertanya-tanya, apa yang akan terjadi setelah kita meninggalkan dunia ini? Bagaimana kisah di balik kematian seseorang? Apakah kesepian benar-benar bisa merenggut semangat hidup? Dan mengapa ada orang yang memilih untuk mengakhiri hidup mereka sendiri?

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi inti dari buku Things Left Behind (Ddeonan Hooe Namgyeojin Geotdeul), yang mengisahkan berbagai cerita nyata tentang kematian. Buku ini ditulis dari sudut pandang seorang profesional yang bekerja sebagai pengurus barang-barang peninggalan orang yang telah meninggal, baik karena penyebab alami, pembunuhan, maupun bunuh diri.

Setiap kali diminta untuk membersihkan barang-barang milik orang yang telah tiada, ia sering kali menemukan kejutan. Misalnya, kasus jenazah seorang lansia yang baru ditemukan berminggu-minggu setelah kematiannya. Kisah-kisah seperti ini mengajak kita merenung: apa yang sebenarnya terjadi setelah kita tiada? Siapa yang paling merasakan kehilangan kita?

Jawaban atas pertanyaan tersebut tidak mungkin kita ketahui, karena kita belum pernah mengalaminya. Namun, orang-orang yang ditinggalkan atau mereka yang berada di sekitar kita mungkin bisa merasakannya. Kehilangan bukanlah pengalaman yang diinginkan siapa pun. Bagi sebagian orang, kehilangan dapat menjadi motivasi untuk hidup lebih baik. Namun, ada juga yang begitu terpuruk hingga memilih menyusul orang yang mereka rindukan.

review buku things left behind

Profesional yang Humanis 

Kim Sae Byeoul dan rekannya, Jeon Ae Won menuliskan pengalaman mereka bekerja di perusahaan jasa beberes dan bebersih ke dalam buku ini. Tugas mereka adalah membersihkan jejak jasad almarhum, membereskan barang-barang peninggalannya, dan menyampaikannya pada keluarga yang ditinggalkan, kemudian membersihkan apa yang ada di sekitarnya. 

Pekerjaan semacam ini mungkin tidak lazim ada di Indonesia karena pada umumnya semua diurus keluarga. Namun dengan pola kehidupan di Korea Selatan yang mulai individualistis, keberadaan jasa ini menjadi sangat penting.  

Sebelum terjun ke sini, Sae Byoul bekerja sebagai pengurus pemakaman selama 12 tahun sehingga saat ia beralih ke jasa membereskan barang-barang peninggalan orang meninggal ia sudah tidak canggung, meski tetap saja awalnya banyak terkejut. 

Kisah-kisah pilu, sedih, dan mengharukan yang mereka temui sehari-hari terangkum dalam 200 halaman buku dengan bahasa yang ringan dan menyentuh. Berkali-kali saya menangis saat baca, dan mungkin karena itu juga saya amat telat menyelesaikan buku ini saking nggak kuat bacanya sekaligus. 

Kisah di Balik Kehidupan Modern

Di tengah kesibukan era modern, semakin sulit bagi banyak orang untuk meluangkan waktu bersama keluarga. Kesibukan kerja dan perkembangan teknologi sering membuat kita tenggelam dalam ambisi dan rutinitas, hingga mengabaikan hubungan dengan orang-orang terdekat.

Kemajuan teknologi memang memberikan kenyamanan, terutama bagi mereka yang berada di posisi ekonomi menengah ke atas. Namun, di balik itu, tekanan untuk terus berkembang membuat banyak orang merasa gagal, hingga lambat laun terisolasi dan dilupakan oleh lingkungannya.

Itulah kenapa banyak yang meninggal sendirian, dalam kondisi kesepian atau jauh dari orang-orang tersayangnya. Kim menulis cukup banyak kisah dengan latar belakang ini, lansia yang kesepian atau justru anak muda yang tertekan. 

Kisah Sang Ayah yang Kesepian

Salah satu kisah paling menyayat hati dalam buku Things Left Behind adalah tentang seorang pria tua yang meninggal dalam kesepian setelah bertahun-tahun menjalani hidup tanpa keluarga.

Pria ini dulunya adalah seorang kepala keluarga yang sederhana, tetapi kehidupannya berubah drastis setelah istrinya meninggal dunia karena penyakit. Kepergian sang istri membuatnya kehilangan semangat hidup. Tak lama setelah itu, ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan cedera serius pada kakinya. Cedera ini membuatnya tidak mampu bekerja lagi, sehingga ia perlahan terperosok ke dalam kesulitan ekonomi.

Dalam keterasingan, ia menjalani hari-harinya dengan minuman keras sebagai pelarian. Ia jarang makan makanan bergizi, dan kesehatannya pun terus menurun. Tetangga jarang melihatnya keluar rumah, tetapi tidak ada yang benar-benar peduli karena ia dikenal sebagai pria yang pendiam dan tertutup.

Ketika akhirnya ia ditemukan telah meninggal dunia, jasadnya sudah dalam kondisi mengenaskan. Kim Sae Byoel, yang ditugaskan untuk mengurus barang-barang peninggalannya, merasa terkejut sekaligus sedih melihat kehidupan pria itu dari barang-barang yang ia tinggalkan. Barang-barangnya menunjukkan betapa ia hidup dalam kesendirian. Tidak ada surat-surat dari keluarga, tidak ada barang yang menunjukkan bahwa ia pernah memiliki kehidupan yang bahagia.

Namun, yang paling menyedihkan adalah saat Kim menemukan sepucuk surat yang belum sempat dikirimkan. Surat itu ditujukan kepada putrinya yang sudah bertahun-tahun tidak berhubungan dengannya. Dalam surat itu, ia meminta maaf karena merasa telah gagal menjadi ayah yang baik. Ia berharap suatu hari putrinya akan datang mengunjunginya. Sayangnya, harapan itu tidak pernah terwujud.

Kisah ini tidak hanya menyedihkan tetapi juga menggugah hati. Ini adalah pengingat bagi kita untuk menjaga hubungan dengan orang-orang yang kita cintai, terutama keluarga. Kesepian adalah beban yang sangat berat untuk ditanggung seorang diri, dan kasih sayang dari orang terdekat bisa menjadi obat yang luar biasa.

Kisah Gadis yang Bekerja Begitu Keras 

Kisah ini bercerita tentang seorang wanita muda yang memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tekanan yang ia rasakan dari keluarga dan masyarakat. Wanita ini, sebut saja Ji-eun, adalah seorang pekerja keras yang memiliki impian besar. Namun, ekspektasi yang terus-menerus dibebankan kepadanya membuat hidupnya terasa semakin berat.

Ji-eun adalah anak tertua dari tiga bersaudara. Sebagai tumpuan keluarga, ia merasa bertanggung jawab untuk membantu orang tuanya secara finansial sambil tetap menjaga adik-adiknya. Namun, di tengah usahanya, ia sering merasa gagal memenuhi harapan keluarganya. Kritik yang terus-menerus diterimanya, meski sering kali tidak disertai pujian, membuatnya merasa tidak pernah cukup baik.

Di tempat kerja, tekanan juga datang dari lingkungan yang kompetitif. Ji-eun sering lembur hingga larut malam, tetapi hasil kerjanya jarang diakui oleh atasannya. Semua ini membuatnya semakin tenggelam dalam perasaan tidak berharga.

Pada suatu hari, Ji-eun ditemukan meninggal di apartemennya. Ia meninggalkan beberapa catatan kecil yang ditulis dengan tinta yang mulai pudar. Salah satu catatan itu berisi pesan sederhana:
"Aku hanya ingin istirahat. Maaf jika aku mengecewakan kalian semua."

Kim Sae Byoel, yang ditugaskan untuk mengurus barang-barang Ji-eun, menemukan bahwa wanita ini hidup dengan sangat sederhana. Tidak ada barang-barang mewah, hanya beberapa pakaian kerja, buku-buku yang penuh dengan catatan belajar, dan beberapa foto keluarganya. Namun, di salah satu sudut kamar, Kim menemukan kotak kecil yang berisi hadiah-hadiah kecil yang Ji-eun beli untuk keluarganya. Hadiah itu belum pernah diberikan.

Yang paling mengharukan adalah ketika Kim menemukan buku harian Ji-eun. Dalam buku itu, ia menulis betapa ia sangat mencintai keluarganya, tetapi merasa tidak mampu memenuhi harapan mereka. Ia juga menuliskan harapan-harapan kecil, seperti ingin pergi berlibur bersama keluarganya atau makan malam bersama teman-temannya, tetapi semuanya terasa terlalu jauh untuk diraih.

Kisah Ji-eun adalah pengingat bahwa tekanan yang kita berikan, bahkan tanpa sengaja, dapat memiliki dampak besar pada orang-orang di sekitar kita. Kadang, yang dibutuhkan seseorang hanyalah pengakuan kecil atas usahanya atau sekadar ucapan, "Terima kasih, kamu sudah melakukan yang terbaik."

Melalui cerita ini, Kim Sae Byoel ingin menyampaikan pentingnya empati, apresiasi, dan perhatian terhadap orang-orang terdekat sebelum semuanya terlambat.

Pekerjaan yang Penuh Makna, Namun Menguras Emosi

Kim Sae Byeol memilih pekerjaan ini dengan tujuan membantu keluarga yang ditinggalkan, meskipun sering dianggap remeh oleh masyarakat. Namun, di balik pekerjaannya yang mulia, ia menyimpan keinginan untuk berhenti. Alasannya? Ia merasa hatinya terlalu terluka setiap kali menemukan bahwa seseorang meninggal dalam kesepian tanpa kehadiran orang terkasih.

Bahkan Kim sering berharap pekerjaannya tidak dibutuhkan lagi. Meskipun itu tidak mungkin, tapi kita bisa kok berusaha menguranginya. Jika kita mempunyai sedikit perhatian terhadap keluarga dan sesama kita. Sebuah panggilan telepon untuk menanyakan kabar, ucapan hangat pada seseorang, yang mungkin bisa memberikan semangat hidup. Kebaikan dan perhatian kecil bisa membuat banyak perbedaan. 

Pernah dengar kan law of attraction? Bahwa ketika kita memberikan energi dan respon positif pada orang lain, maka hal-hal itu lah yang akan balik pada kita secara tidak langsung. 

Antara Things Left Behind dan Move to Heaven

Saya pernah mengulas drama Korea Move to Heaven yang banjir air mata sepanjang nonton kedelapan episodenya. Drama ini mengangkat tema-tema yang terinspirasi dari buku Things Left Behind, tentu dengan penyesuaian cerita dan penambahan di sana sini.  

Dibintangi Tang Joon Sang, Lee Je Hoon, dan Ji Jin Hee, drama ini seperti menghidupkan kisah-kisah dalam buku dengan lebih dramatis. 

Beberapa cerita memang dibuat lebih panjang dan kompleks, seperti kasus kematian bunuh diri dokter gigi di apartemen Univ Seoul. Dia bunuh diri diduga karena punya passion yang lebih ia cintai yaitu menjadi pencipta lagu, bukan dokter gigi. Tapi di drama, ceritanya dibuat lain..si dokter punya pacar seorang musisi, dan cintanya tak kesampaian. 

Baik buku dan dramanya sama-sama bagus, dan bikin hati berkali-kali mencelos. Tidak hanya menceritakan kisah-kisah pilu, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan kehidupan, kematian, dan bagaimana kita ingin dikenang. Setiap hal yang ditinggalkan oleh mereka yang telah tiada memiliki ceritanya sendiri, dan cerita-cerita itu mampu menyentuh hati siapa pun yang membacanya.

Pelajaran dari Kisah-Kisah Nyata

Melalui esai-esai dalam Things Left Behind, Kim Sae Byoel ingin menyampaikan pesan penting: menyadari, menghargai, dan mencintai orang-orang yang masih ada di sekitar kita. Hal-hal sederhana seperti ini sering kali terlupakan, padahal memiliki makna besar dalam hidup.

Buku ini mengajarkan kita untuk lebih bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini, termasuk kehadiran orang-orang terdekat. Dengan membaca cerita-cerita menyentuh ini, kita diajak untuk menemukan makna hidup sejati, dan belajar lebih peduli pada sesama. 

Next saya ingin cari tahu tentang sedona method, yaitu cara melepaskan emosi selama hidup, supaya kalau saatnya meninggalkan dunia sudah lebih damai dan ikhlas, tidak memiliki penyesalan apa pun.  

------------------------------------------

Judul Buku : Things Left Behind
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit 29 Des 2021
Halaman 220
Bahasa: Indonesia


Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url