Review Buku "Nak, Belajarlah Soal Uang" by Jeong Seon Yong
Jeong Seon Yeon mengawali lembar pertama buku ini dengan kalimat menggelitik, “Sudah 25 tahun aku bekerja, tapi mengapa hidupku masih saja susah begini?”
Seketika saya merasa sangaaaat relate dan ingin terus membaca lebih lanjut. Antara penasaran tapi takut. Kira-kira isinya kabar baik atau justru demotivasi? Pak Jeong tidak sedang menawarkan bisnis angan-angan berhadiah Pajero, kan? Apa sih yang mau diceritakan Pak Jeong dalam buku yang lebih mirip seperti diary bapak-bapak ini?
Buku bercover kuning ini ditulis Pak Jeong pasca 25th bekerja di industri ritel dengan jabatan terakhir kepala divisi home convenience food di Lotte Mart. Yang menarik, dia pensiun dengan mengantongi kekayaan sebesar 5 miliar dolar, suatu hal yang bombastis mengingat di tahun 2021, Lotte Mart menawarkan paket pensiun dini dengan pesangon 17.000 dolar saja.
Kesejahteraan finansial ini dimiliki Pak Jeong dan istrinya berkat belajar me-manage uang selama menjadi karyawan di zaman kapitalisme, begitu dia sebut.
Menurut Pak Jeong, kita boleh memulai menjadi karyawan tapi jangan seterusnya hidup menjadi karyawan. Karena, jika hanya mengandalkan gaji saja, sulit untuk bertahan hidup di zaman inflasi makin mencekik. Pelajaran ekonomi di sekolah saja tidak cukup, kita perlu belajar menganalisis ekonomi sendiri. Pak Jeong beruntung karena istrinya memiliki kepiawaian soal investasi sehingga bisa memutar uang pensiun 600 juta menjadi 5 milyar lewat investasi properti.
Rasa bersyukur dan pengalaman hidup inilah yang dituliskan Pak Jeong dalam buku setebal 268 halaman ini. Buku ini memang benar adalah pov seorang bapak yang sedang berbicara pada anaknya lewat tulisan.
“Aku hanya berharap anak-anakku tidak jadi orang seperti aku yang harus bekerja tanpa henti tapi masih saja hidup susah. Aku hanya berharap anak-anakku tidak jatuh ke dalam keterbatasan di era kapitalisme. Inilah alasanku menyuruhmu belajar terus tentang uang…”
Pak Jeong mulai menuliskan lembar demi lembar pengalaman dan pelajaran tentang uang di sebuah blog Naver Cafe pada tanggal 30 September 2020, di usianya yang 50 tahun lebih. Tulisan yang berada di kategori Properti itu telah diikuti oleh 1.51 juta orang dan mendapat respons positif hingga akhirnya dibukukan dan saya jadi bisa membaca dan membagikan review ini buat teman-teman yang belum sempat membacanya.
Kalau teman-teman merasa buku ini terlalu ‘materialistis’, nggak apa-apa bisa skip saja ya. Tapi buat saya yang butuh ilmu soal keuangan, buku ini sangat menyenangkan buat dibaca karena begitu lugas dan mudah dimengerti. Saya merasa sedang diwejangi bapak sendiri karena Pak Jeong memakai diksi “Nak,” untuk manggil anaknya sehingga saya berasa sedang mendengarkan beliau bicara langsung.
Tingkatan Kekayaan; Ketahui Rasa Uang untuk Meraih Kekayaan
Di bab pertama, Pak Jeong menjelaskan ada 3 “rasa uang” yang hanya bisa dipahami oleh orang yang ‘pernah mencicipi uang’.
Pertama, rasa ketika berhemat. Kedua, rasa ketika menggunakan uang dengan baik. Ketiga, rasa ketika uang bertambah.
Uang punya rasa bukan berdasarkan jumlahnya. Tidak peduli berapa pun jumlahnya, rasa uang adalah kebahagiaan yang dirasakan secara pribadi, yang belum tentu dirasakan orang lain atau bisa jadi berbeda karena indra perasa tiap orang berbeda-beda juga. Sama halnya seperti rasa dari makanan yang hanya bisa dikecap oleh yang memakannya, begitu pula rasa uang.
Konon, nasi tidaklah mengandung air tajin tapi air mata. Air mata seorang ibu dengan kesehariannya, dan air mata seorang ayah yang mencari uang. Setiap anak hendaklah memahami nilai nasi dan air mata di dalamnya. Pak Jeong menganalogikan nasi sebagai point terpenting dari ekonomi, dimana kehidupan berekonomi berarti mencari sesuap nasi dengan cara bekerja.
Perumpamaan sebuah tangga dipakai Pak Jeong untuk menjelaskan tahapan kekayaan. Tangga adalah sesuatu yang dibuat bertingkat untuk membantu orang mencapai tujuannya (baik naik/turun).
Seperti tangga yang membantu orang menaiki sesuatu dengan mudah, uang juga punya tangga tersendiri. Apabila kita menaikinya secara bertahap, kita akan bisa mencapai tahap kekayaan tertinggi (tujuan).
Tahapan ini menurut Pak Jeong dibagi berdasarkan periode umur manusia sesuai aktivitas ekonominya, di mana terdapat tangga yang berbeda-beda di tiap periode tersebut.
Masa Kanak-Kanak (0-20th), adalah masa pemahaman penggunaan uang. Di fase ini, bukan saatnya mengumpulkan uang melainkan waktu untuk belajar tentang pemakaian uang. Memahmi cara memakai uang lebih penting dibandingkan memahami cara mencari uang.
Apabila di masa ini orang gagal mempelajari pemakaian uang secara sistematis, sulit baginya untuk berubah kelak karena tidak jadi kebiasaan sejak kecil.
Masa Muda (20-40+), adalah waktunya fokus mencari uang. Di masa ini kita akan mempelajari prinsip mencari uang di mana jika kita sudah tuntas belajar memakai uang sebelumnya, maka skill ini akan otomatis dimiliki.
Hendaknya orang menempatkan tempat kerja sebagai tempat mencari uang untuk diri sendiri dan juga sebagai kesempatan mempelajari bagaimana cara perusahaan mencari uang.
Dengan mematangkan konsep pencarian uang ini, kita akan lebih mantap melangkahkan kaki ke dunia bisnis setelah umur 40an.
Masa Dewasa (40-60th), adalah waktunya fokus mencari pendapatan dari bisnis.
Tahap ini bisa berhasil ketika kita sudah menguasai pelajaran tentang penggunaan uang dan cara memperoleh uang. Masa ini adalah masa-masa tersulit, meski bisa memperoleh pendapatan yang sangat tinggi bahkan lebih tinggi daripada saat kita digaji.
Masa Tua (akhir 60an), waktunya untuk fous kepada pendapatan dari modal.
Saat tubuh dan pikiran sudah tidak bisa dimaksimalkan lagi untuk bekerja, saatnya uang bekerja untuk kita. Semestinya, di usia ini kita sudah tinggal menikmati hidup lewat pendapatan kapital.
Ini menarik sih karena ketika dari awal sudah sering disebut-sebut soal uang, uang, milikilah uang, kuasai uang, bla-blabla… bab awal-awal ini diakhiri oleh Pak Jeong dengan wejangan yang sangat realistis; Selesaikan proses belajar kalian tentang uang. Meniti karir tidaklah gampang dan tidak bisa disepelekan. Jangan langsung memutuskan untuk memulai bisnis demi menghindari susahnya meniti karir dalam pekerjaan. Dakilah tangga uang setahap demi setahap dengan berurutan.
Artinya, mendapat uang itu mestinya melalui proses yang tidak mudah. Mulai dari memahami, mencari, dan menghasilkan. Tidak ada yang baik dari memperoleh uang secara instan.
Strategi: Uang Terkumpul, Uang Dipakai, Uang Disimpan
Di bab kedua, Pak Jeong menjelaskan soal strategi. Mengklasifikasikan apa yang dikategorikan pendapatan dan apa saja yang berupa pengeluaran.
Kesalahan yang sering terjadi, menurut Pak Jeong, orang-orang terlalu fokus hanya bekerja dan mendapat gaji seolah-olah hidupnya sudah aman dan hanya memperhitungkan pengeluaran yang wajib-wajib saja.
Padahal, kehidupan setelah pensiun harus diupayakan. Jika saja mau memulainya jauh hari sebelum hari itu tiba. Kita tidak hanya akan pensiun kaya raya tapi juga tidak akan menyusahkan siapa-siapa.
Begitu juga dengan menabung. Diperlukan konsistensi meski kecil-kecil. Daripada menabung 24 juta sekali dalam setahun, lebih baik rutin 2 juta per bulan dalam setahun karena efek penumpukan rutin dengan periode waktu yang lebih pendek cenderung telah berhasil membentuk kebiasaan mengumpulkan uang.
Cara yang paling klasik dan sederhana dari menabung adalah mengumpulkan uang secara konsisten dengan jumlah uang yang tetap. Bener-bener ala ayah Gen-X banget kan yah prinsip ekonominya. Konvensional dan tradisional, tapi keajaiban konsistensi ini memang sudah terbukti berhasil dari generasi ke generasi.
Buku ini memang sarat dengan filosofi dan contoh kasus yang Koreasentris, ya wajar dong. Ini kan bukan buku pegangan dari ahli ekonomi melainkan buku pengalaman dari seorang praktisi. Jadi isinya lebih casual dan kasuistik.
Menarik mengetahui bahwa orang tua-orang tua Korea sudah lebih dulu punya kemampuan literasi finansial yang sangat baik hingga bisa menurunkan ilmunya pada anak-anaknya. Dengan ini, tidak hanya kesejahteraan keluarga yang terjaga tapi juga kesejahteraan negara karena pilar-pilarnya sudah kuat.
Tentu tidak menafikan ada beberapa ketimpangan sosial ekonomi sebagaimana permasalahan klasik negara-negara maju dan berkembang. Tapi sangat dirasa bahwa Korea sudah jutaan langkah lebih maju dibandingkan dengan kita yang seusia (Korea dan Indonesia sama-sama merdeka tahun 1945).
Bukan merasa inferiority kompleks ya, tapi sungguh banyak hal yang bisa ditiru dari cara-cara hidup negara lain seperti halnya kita baca buku Teach like Finland, Danish Way of Parenting, Kakeibo, Konmari, dan sebagainya.
aku tuh pernah nonton di youtube tentang habit orang korsel yang ternyata lebih banyak menggunakan cc ya, dan membaca artikel ini aku jadi makin terbuka juga tentang financial di sana
selagi daku hitungannya adalah masa muda saat ini, jadi pelecut apa yang dikatakan Pak Jeong ini. Kelola keuangan memang harus demikian cerdas kita lakukan
Buku yang menarik meski pada praktiknya bakal jelas berbeda. Maunya 40+ ya udah mikir santai, muterin uang. Tapi ya balik lagi ke orang dan pendapatannya. Meski begitu, gak papalah kalau kita tahu cara dan kiat sukses, belajar tentang uang ala mereka
Pencarian uang dan pengelolaannya idealnya diperkenalkan sedini mungkin pada anak. Usai 20 sampai 40 tahun tuh lagi produktif banget ya masih kuat fisik dan mental. Di atasnya lagi harus bisa menambah pendapatan dari bisnis. Saat lansia, pendapatan dari modal dan bisa beristirahat dengan nyaman. Pakai kartu kredit atau tunai ini menjadi pilihan masing-masing sih. TFS.
sama sih aku juga mikirnya ga mau jadi karyawan selamanya tapi sampai hari ini belum nemu tangga buat naik hiiks
Molly udah baca bukunya juga. dan suka banget. ampe langsung dipraktekin ke dalam kehidupan sehari2. semoga keinginan jadi orang kayanya terkabul aamiin wkwk
Aku sepakat kata2 Pak Jeong, "kita boleh memulai menjadi karyawan tapi jangan seterusnya hidup menjadi karyawan. Karena, jika hanya mengandalkan gaji saja, sulit untuk bertahan hidup di zaman inflasi makin mencekik"
Karena berasa banget sudah melewati tahapan2 usia dan aktivitas ekonominya yang up n down, minimal ada tujuan. Sedang menikmati di fase dewasa nih..😍😘
Di masa usia dewasa sekarang, 40-60 tahun ini, sayapun kadang kepikiran belasan tahun kerja, dapat apa? Punya apa? Rasanya gak ada yg istimewa sama sekali.
Tapi mungkin saya memiliki kepuasan hati yang justru itu tidak bisa dibeli dengan uang. Kalaupun bisa ya mungkin saya gak mampu membelinya
Nuhun Rel..
Bagus banget filosofinya. Bener sih yaa.. kalau gak relate, gak perlu digunakan. Tapi kalau merasa cara ini bisa jadi membantu untuk mengatur keuangan apalagi yang memasuki tangga kedua, kudu mulai dari sekarang.
Cara pandangnya unik dan no judgement.
Jadi pembaca bener-bener tinggal baca dan catat point-point pentingnya untuk diterapkan.
Aku jadi penasaran ini sama bukunya Jeong Seon Yeon tapi kayaknya tuh sempat lihat buku ini juga deh di toko buku beberapa waktu lalu ya. Kadang memang tuh pengelolaan uang yang tepat itu penting banget. Aku dulu belajar sama temanku yang financial advisor gitu.
Waah hampir semua aku copas nih buat masukan, kok kita relate ya nulisnya :)))
Paling suka dengan quotes ini :
"Seperti tangga yang membantu orang menaiki sesuatu dengan mudah, uang juga punya tangga tersendiri. Apabila kita menaikinya secara bertahap, kita akan bisa mencapai tahap kekayaan tertinggi (tujuan)."
Ternyata Korsel dan Indonesia seusia ya mungkin etos kerja dan kebiasaan korupsi pejabat kita yang membuat negara kita ketinggalan jauh dari mereka.. bukunya bergizi dan membuka wawasan tentang pengelolaan uang
Kalimat awalnya relate banget ya mba sama banyak orang termasuk aku
ngerasa kok gini2 aja ya finansial
sepertinya memang harus cari investasi yang tepat untuk kehidupan kedepan yang ga bisa diprediksi
Setelah membaca ini aku baru sadar akan "rasa uang". Rasa uang saat berhemat, saat menggunakannya dengan baik dan saat uang bertambah. Alhamdulillah ternyata sudah merasakan semuanya dan ternyata rasa ini bisa dimanfaatkan untuk menambah kekayaan. Suka banget sama tulisannya, Mbak. Terima kasih, ya.
Pembahasan soal uang selalu menarik. Sepertinya perlu banget dibaca langsung bukunya deh ini.
belum baca bukunya, tapi saya jadi penasaran sama isi bukunya. andalkan gajinya tidak cukup, jadi bikin muter otak buat bikin bisnis yah
wah bukan novel tapi semacam buku motivasi gitu ya mak? Menarik nih, kayanya aku mesti beli jugaaaaa.. nanti cari di tokbuk online aaah
Nah, buku karya Jeong Seon Yeon sangat daging banget. Jujurly aku tuh belajar lebih bisa manage uang pas jaman kuliah. Supaya uang yang diberikan orangtua cukup, sering dijadiinn buat modal supaya punya keuntungan. Cara mencari uang pun mesti kita pelajari, setelahnya harus pandai manage uang dan uang nyatanya ga medti di tabung doang. Mesti bisa investasi ataupun punya bisnis sampingan biar ga bergantung to sama gaji aja. Malah bisa nambahin investasi dan tabungan melalui penghasilan tambahan. Nice, jadi pengen punya buku nya, sangat bagus buat dipelajari lebih dalam.
"... terus bekerja tanpa henti, tapi masih saja hidup susah"
Duh makjleb sih quotenya ini. Tapi kenyataannya memang ini yang terjadi pada sebagian besar kita. Saya juga kali ya hahahah. Baca ulasan di atas bikin pengen beli bukunya. Mau baca sendiri, dan mau kasih si sulung buat dia baca juga. Keren sih ini insightnya
wah aku padahal sudah unduh buku ini di gramdig tapi belum sempat kebaca. kayaknya ini buku yang wajib dimiliki secara fisik deh jadinya membacanya bisa lebih fokus dan bisa diwariskan ke anak-anak. makasih reviewnya mbak
Cerita Dunia tidak melulu tentang uang tapi tanpa uang ya gak bisa ada juga cerita di dunia hehe intinya semakin bertambah usia semakin bijak aja ketika berurusan tentang uang apalagi bnyak review tentang uang seperti ini
Buku yang keren. Iya banget deh harus deh kita semua belajar mengenai uang dan cara mengelolanya dengan baik sejak kecil. Di kita masih sedikit ya orang tua yang memberi literasi keuangan kepada anaknya. Kudu deh semua orang tua baca buku ini. Termasuk aku. Huhu kepengen baca. Nyari aaaah.