Blogger Nggak Bisa Jalan Sendirian, Nggak Bisa!
Dalam sesi bincang-bincang malam ini di Google Meet bersama Mas Ilman Akbar dari DailySEO, ada satu slide yang relate banget dengan tulisan blog saya kali ini.
Yep, tentang perbanyak teman, terutama jika kamu adalah seorang blogger profesional. Sebelumnya, maaf saya mesti singgung embel-embel ‘profesional’ di belakang kata blogger bukan maksud berasa ‘si paling pro’ atau sesuatu yang lain.
Kata profesional saya sematkan untuk mengkhususkan pada teman-teman yang menggunakan blognya sebagai media yang menghasilkan cuan. Mana ada sih cari nafkah main-main, ya, kan. Pastilah kalau mau ada hasilnya harus dikerjakan profesional. Profesional as simple as transaksional. Lu kerja, lu dapat bayaran. Begitu, kan, logikanya?
Kenapa blogger profesional berkaitan erat dengan circle, relasi, atau komunitas pertemanan ya tentu ada tujuannya. Berbeda dengan blogger individual yang tujuannya ngeblog untuk release; menulis–selesai.
Blogger profesional biasanya memiliki tuntutan-tuntutan selain menulis terkait pekerjaannya; angka traffic visitor blog, page view, blog maintenance. Karenanya, blogger butuh banget komunitas-komunitas yang bisa mewadahi dirinya untuk berbagi postingan, berbagi ilmu, dan tentu saja mendapatkan peluang-peluang job.
Dulu, blog buddies saya adalah para calon pengantin yang berbagi info-info seputar aneka vendor pernikahan. Lanjut ke kehidupan awal-awal hingga cerita tentang kehamilan dan hiruk pikuk jadi ibu baru.
Begitu asyiknya ngeblog circa 2008-2011 sampai-sampai ketika ada yang berubah dari kehidupan teman kita, yang lain hampir bisa menebak-nebak apa yang terjadi dari postingan blog teman kita itu. Bisa berbulan-bulan tanpa ada postingan baru atau justru postingan masif tentang betapa kacau hidupnya di kala itu.
Kalau diibaratkan, bertukar kabar via blog itu semenyenangkan bertukar surat dengan sahabat pena di zaman dulu. Dengan media yang lebih mudah, lebih canggih, tidak perlu menunggu delay pengiriman dari kantor pos.
Setelah kembali ngeblog dari hiatus lama, saya menemukan dunia blogging yang sangat jauh berkembang dari sebelumnya.
Teman-teman saya yang dulu sudah nggak pada ngeblog lagi. Pada pindah ke IG atau hilang nggak ada kabarnya lagi. Tinggalah saya yang sedang sapu-sapu pojokan blog, bahkan beli dot com untuk mengikat diri pada aktivitas ngeblog.
Datang dari tidur lama, sendirian, tidak tahu apa-apa. Saya terasing dalam ramainya dunia blog yang sudah begitu menjanjikan.
Ratusan komunitas blog bermunculan. Kalau mau cari sendiri pun, di Instagram, di internet, kita akan banyak menemukan komunitas-komunitas blogger yang general maupun berniche khusus.
Bahkan saya saja baru paham apa itu niche blog baru-baru ini.
Meski sudah ngeblog dari 2009 saya telat terjun ke dunia blogging profesional sehingga mau tidak mau harus berjuang mengejar ketertinggalan sana sini sendirian. Hingga pada akhirnya, kita memang membutuhkan relasi, untuk sekadar bertanya atau menggantungkan blog kita pada database-nya supaya diperhitungkan.
Blogger tidak bisa bekerja sendirian.
Kendati kita identik dengan orang-orang yang asyik duduk sendirian mengetik hal-hal kepada dunia. Nyatanya ngeblog sendirian itu nggak bisa. Nggak akan bisa.
Kita butuh upgrade ilmu ngeblog. Kita cari gurunya, dengan spesialisasi hal-hal yang kita ingin pelajari. Ilmu SEO kah? Ilmu menulis konten kah? Lalu dalam perjalanan mempraktekkan ilmu ini, kita butuh diskusi. Dengan siapa? Ya tentu dengan orang-orang yang sudah terpapar ilmu ini juga, yakni teman-teman circle blogger via tempat berkumpul yang kemudian disebut komunitas.
Kita butuh tahu cara ‘menjual’ blog dan membranding diri. Kita cari gurunya, coach public speaker kah? Coach digital branding kah? Cara dapat ilmunya dari mana kalau kita nggak mampu bayar kelasnya secara individu? Ya via komunitaslah jalannya…
Komunitas-komunitas blogger (yang tentunya berbasis online) saat ini memang berdiri dengan anggota-anggota yang punya kepentingan sama. Maka mungkin aja ada yang melihatnya sebagai sebuah pertemanan yang fake. Fake alias palsu, karena bertemannya karena sebuah kepentingan. Ketika kepentingan itu sudah tidak ada (seperti yang saya alami dengan teman-teman ngeblog di awal), ya pertemanannya bisa aja bubar.
Meski tentu namanya perempuan kalau sudah berkumpul yang diomongin nggak melulu soal blogging. Pasti meluas ke urusan rumah tangga, sekolah anak, pendidikan, biaya hidup, sharing les-lesan, info diskon, dan masih banyak lagi.
Lalu dari komunitas yang besar itu secara alamiah akan terbagi lagi ke lingkaran-lingkaran kecil yang satu frekuensi. Social circle, kalau kata istilah kekinian mah.
Secara definisi keilmuan, social circle diartikan sebagai ‘two or more people who interact with one another, share similar characteristics, and collectively have a sense of unity’. Maka dalam situasi pertemanan di dunia nyata maupun dunia maya, circle-circle ini juga tak terelakkan.
Padahal dari awalnya individu, berkumpul jadi komunitas, lalu malah terserak lagi jadi sekumpulan circle ~~ gapapa, namanya juga life.
Circle ini tapi nggak melulu terlihat seperti geng-gengan yah. Karena bisa juga terbentuk karena kesamaan domisili supaya lebih mudah berinteraksi atau kesamaan niche supaya lebih nyambung kalau ngobrolin konten blognya.
Menarik juga sih mengamati pola interaksi sosial blogger ini yang tadinya disatukan oleh blog, kemudian berkembang menjadi relasi personal yang lebih dari sekadar ‘teman ngeblog’ menjadi teman main, teman curhat, atau teman bisnis.
Saya – tentu saja sebagai proud INTJ – juga akhirnya mesti menceburkan diri ke komunitas-komunitas ini demi mendapatkan informasi, relasi, dan cuanisasi. Kunci berinteraksi di dunia ini ya pede aja, sok kenal saja. Nimbrung saja meskipun tidak kenal, haha. Karena kalau menunggu punya ‘teman beneran’ sih kayanya keburu ketinggalan lagi ya.
Entah berapa banyak komunitas berbasis blogger yang saya ikuti, yang aktif di dalamnya maupun yang sekadar terdaftar sebagai membernya.
Dengan masing-masing aktivitas dan karakteristik komunitas-komunitas ini, tentu nggak semua bisa saya ikuti. Apalagi saya hanya punya satu nomor dan satu hape sehingga grup Whatsapp sudah nggak kehitung ada berapa. Bisa blenger betul kalau aktif di semua grup.
Pada akhirnya ya teori social circle itu kembali applicable untuk semua dunia – nyata dan maya. Circle yang mungkin dengannya saya bisa dapat value dan benefit lebih banyak. Ada circle kecil dimana saya lebih intimate berinteraksi sebagai diri sendiri, ada circle dimana saya bisa bergabung sebagai warga regional dengan segala info-info lokalnya, dan ada grup grup yang saya lebih sering ikutan blogwalking di dalamnya ketimbang di grup blogwalking lain.
Blogwalking.
Ini juga salah satu cara mencari teman di dunia blogger. Kalau dulu kita saling berkunjung dengan sukarela, membaca postingan teman-teman dengan tujuan mengetahui kabar selain informasi di dalamnya.
Nah kalau sekarang, blogwalking selain menjalin silaturahmi juga saling memberikan keuntungan (mutual benefit) yaitu page view. Butuh view dan komentar, silakan ikutan blogwalking.
Karena aktivitas blogwalking ini sering dilakukan, lama-lama kita jadi hapal tuh blognya si anu namanya apa, alamatnya apa.
Apalagi kalau blogwalking di Komunitas Emak Blogger yang saya ikut nih, jadwalnya dua kali seminggu dengan 25 blog yang terlisting. Artinya kita harus mengunjungi 24 blog (selain diri sendiri) dalam waktu tertentu.
Apa efeknya?
Blog kita terekspos. Nama kita diingat. Google mempercayai blog kita karena ada pengunjung dan ada interaksi di dalamnya (via comment). Traffic pengunjung blog meningkat, yang artinya makin besar pertemanan makin besar pula manfaat yang kita sebarkan lewat tulisan.
Hingga akhirnya komunitas seperti KEB pun bukan hanya komunitas yang berisi transaksi blogging, tapi juga silaturahim antar manusia, support system, dan penyeimbang interaksi sosial. Senang sekali jadi bagian dari KEB karena bisa dapat ilmu, relasi, dan support system yang sehat di dalamnya!
Ah, jadi tertampar untuk bergerak cari komunitas dan aktif lagi ngeblog.
Aku juga sama mbak, sudah bertahun-tahun ngeblog. Tapi ga pernah bener2 aktif di komunitas blog, jadi biasanya ya sendiri2 aja,
Ternyata ga cuma tiktok dan ecommerce ya yang banyak berubah. Dinamika di dunia per-blogger-an juga lumayan kerasa perubahannya