Yang Keempat ...
Rasanya selalu surprise tiap hamil.
Empat kali hamil, semuanya di luar perencanaan.
Bisa-bisa dimarahin BKKBN atau dirujak netizen budiman nih kalau statement ini keluar bebas di sosmed. Tahu lah, belakangan lagi riuh soal childfree, fearmongering biaya hidup, meledaknya biaya pendidikan, dan isu generasi sandwich.
Errr, niat mau nulis yang hepi-hepi kok malah bahas beban duniawi, wkwkwk.
Ya begitu lhaa… jadi saking lamanya nggak tjoerhat bebas di blog ini... antara bingung kapan nulisnya, dan gimana meulainya. Dari sekian banyak cerita yang ingin dicurahkan, malah nggak ada yang keluar sama sekali, hihihi.
Satu-satu aja dulu ya yang diceritain biar ada dokumentasinya.
Qodarullah....
"Masih penasaran anak perempuan yah?" rata-rata begitu tanggapan orang-orang saat tau saya hamil lagi. Hampir semua mengira ini program anak keempat mengingat ketiga kakaknya sudah pada besar dan mandiri.
Kenyataannya, ini (lagi-lagi) kebobolan KB belaka, sodara-sodara, ahahahah. Eh tapi nggak gagal-gagal amat juga sih kan udah aman selama 8th ini, cuma sepertinya kebetulan ada timing yang nggak tepat kali ini, qodarullaahh....
Kalau ditanya rencana, saya dan suami tadinya sudah sepakat tidak berencana nambah anak. Selama ini cukup disibukkan dengan mengasuh anabul-anabul aja sejak bisa melibatkan anak-anak dalam mengurusnya.
Namun apa pun yang direncanakan manusia nggak selalu mutlak kan. Entah apa yang direncanakan Allah untuk kami, pertanyaan yang sama selalu saya lontarkan setiap sholat. Tentu ada perasaan takut, khawatir, mengingat usia juga udah offside...bukan mamah muda lagi. Sanggup apa enggak mengurus sampai membiayai anak ini di kondisi sekarang?
Belum lagi kepikiran rencana-rencana hidup ke depan yang tentu aja harus disusun ulang karena perubahan prioritas. Hal-hal yang semula sudah settled, santai, sudah enak dan terencana, kami harus siap jungkir balik lagi dengan popok, breastfeeding, dan begadang.
Tapi balik lagi tugas kita mah cuma mengedepankan husnudzon aja, ya, kan. The older the wiser, fokus aja mencari hal-hal yang positif dari yang terjadi.
Mulai dari Nol ya, Bu...
8 tahun berlalu sejak anak terakhir ya jelas semua serba jetlag. Sudah lupa rasanya hamil dan melahirkan (walau kalau tentang melahirkan pasti ada aja yang bisa diceritain a sampe z). Saking terlenanya saya nggak ngeh kalau hamil... nggak kepikiran kalau mual-mual dan ngantukan ini adalah tanda-tandanya. Nggak curiga juga karena selama ini haid lancar dan teratur.
Baru kepikiran setelah lewat 2 bulan nggak ada tanda-tandanya mau keluar haid. Meski masih sangsi dan berulangkali bilang 'masa sih? masa sih?', kami masih bergeming. Sampai akhirnya semua terkonfirmasi di usia kehamilan 13w dengan penampakan janin yang sudah jelas banget bentuknya.
Pertama dan yang utama tentu saja yang dibutuhkan adalah acceptance. Nerima. Legowo. Kalau saya terus denial nggak nerima kenyataan, apa mau vibes negatifnya sampai ke jabang bayi? Merasakan tidak diterima sejak kehadirannya di dalam kandungan tentu bukan hal yang baik...
Sampai saat ini, baik saya maupun suami juga masih sering lupa kalau kita sedang bawa bayi. Bangun tidur geradakan, antar jemput anak, makan nggak dibatasin, manjat sana sini, kerjakan ini itu... Lupa kalau kondisi fisik nggak seprima dulu. Tentu saja sakit pinggang dan punggung mah tak terelakkan.
Saya pikir Mama Jen yang luar biasa itu aja pasti kena kok kalau sakit pinggang, makanya dia rajin workout...ya itu bedanya dia sama saya :))
Saya juga nggak banyak minum obat ini itu, susu ini itu, normal saja menjalani hari dengan apa yang ada. Nggak sempat juga buat bermanja-manja atau berleha-leha, banyak yang harus diurusin, cyiin....ya kerja semampunya, istirahat secukupnya.
Reaksi Kakak-Kakak....
Setelah kami orang tuanya dulu yang siap, barulah anak-anak dikasih tahu dalam kondisi santai. Cemas tapi tentu saja dari semua orang, merekalah yang prioritas untuk tahu lebih dulu. Mereka juga perlu berproses menerima, sama seperti kami.
Reaksi mereka bisa ketebak sih. Yang paling excited anak ketiga (8th), yang paling cuek anak pertama (12th). Dan tiba-tiba aja gitu si bungsu jadi kelihatan lebih dewasa. Pake ngomong-ngomong soal tanggung jawab menjadi kakak, dan lain-lain.
"Nanti aku bobo sama ibu biar bisa bantuin kalau bayinya mau diambilin sesuatu," gitu katanya.
Lalu si tengah (10th) yang langsung mau ambil peran urusin rumah karena nanti ibu nggak akan sempat beres-beres terus.
Dan akhirnya si sulung yang memilih tugas ngurus kucing dan buang sampah. "Ibu abis ini gak usah hamil lagi, ibu nanti repot." Huhu, mellow si... apa jangan-jangan perkataan itu berasal dari mulut saya sendiri yang suka bilang ibu repot, ya, lalu mereka berasumsi anak-anaklah yang merepotkan ibunya.
Ahh....maafkan ibu, Nak.
Sebisa mungkin mereka harus tau bahwa orang tuanya tetap prioritaskan mereka. Nggak ada yang berkurang, yang ada cinta kita bertambah dan membesar.
Tapi jauh daripada itu saya lega. Nggak ada penolakan, ngambek, atau yang tiba-tiba yang bertingkah. Kekhawatiran-kekhawatiran yang sempat muncul nggak terbukti, dan mudah-mudahan sampai nanti juga baik-baik aja.
Kecemasan saya juga bisa teralihkan dengan kesibukan urusan masing-masing anak yang berbeda-beda. Misal kakak sekarang tahunnnya masuk SMP, jadi saya cukup sibuk dengan urusan ujian, wisuda, drilling, PPDB, dll. Adik-adiknya juga mulai perlu pendampingan belajar pasca pandemi yang los dol.
Baiklah, urusan keluarga sendiri, clear.... saya, suami, anak-anak, sudah bisa berproses menerima 'kehadiran' calon keluarga baru selanjutnya.
Gimana dengan keluarga besar dan tetangga/lingkungan?
Other's Reaction...
Ini dipikirin banget, yak? ahahaa.
Iyaa... mempengaruhi mood kan.
Iyaa... mempengaruhi mood kan.
Soalnya kalau dulu-dulu jedanya sebentar, jadi pikiran orang-orang nggak jauh-jauh dari "kok hamil lagi...KB nggak sih?"
Terutama keluarga (baca: ortu saya) yang paling kepikiran. Saat anaknya mungkin dianggap belum cukup mapan secara ekonomi dan seharusnya masih bisa melakukan hal-hal lain dalam karir dan kesempatan lainnya, tapi kok beranak mulu.
Nah yang sekarang, lingkungan jaaauuuh lebih lunak. Padahal tadinya keder banget. Kuatir dibully, udah tua gini masih hamil jugaaa. Tapi bahkan hari ini nggak ada yang nanyain saya KB atau enggak, yang ada ya dikira memang program anak perempuan atau memang waktunya nambah anak lagi.
Orang tua dan keluarga memang kaget, tapi biasa-biasa saja. Lebih khawatir karena usia aja sih, nggak nyangka aja gituu masih akan hamil lagi. Ya kalau ini jangankan mereka, saya yang ngalamin aja masih terkaget-kaget.
Personal Feeling...
Secara pribadi, saya masih ada dalam tahap bersabar dalam mengatasi segala kekhawatiran. Mau mikir macem-macem takut banget getarannya sampai ke bayi. Di sisi lain bersyukur alhamdulillah badan masih sehat dan subur, masih dipercaya bawa amanah, tapi memikirkan bakal melahirkan di usia di atas 35 jelas punya kecemasan tersendiri.
Belum lagi soal usia produktif dan lain-lain. Inginnya dipikirkan satu-satu dan selesai, tapi terlalu penat dan banyak sekali yang dipikirkan sampai nggak tahu lagi yan mana duluan.... Cuma bisa berdoa, hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maula wani'mannasir. Semoga Allah mudahkan segala urusan kami.
Ya begitulah sekilas cerita kisah berbulan-bulan ini yang bisa dituliskan.
Per hari ini saya menulis postingan ini, usia kandungan sudah 35-36w, sebentar lagi launching...
Next post saya mau tulis soal dokter kandungan yang menangani kehamilan keempat ini ya.
Next post saya mau tulis soal dokter kandungan yang menangani kehamilan keempat ini ya.
mbaaaaa aku mixed feelings bangettt baca postingan ini
ikut legaaa, bungah, bahagiaaa....ada deg2an juga. TabarokAllah.Semogaaaa mba Rella sehaaatt bahagia selaluuu anak2 juga yaaa😍💯