Puasa di Masa Pandemik Covid-19
Tambahkan teks |
Puasa di masa pandemik Covid-19 tahun ini memang tidak mudah, prihatin, tapi juga penuh hikmah bagi kita yang terbiasa dengan riuhnya suasana Ramadan. Maklum ya, bagi masyarakat Indonesia Ramadan bulan berkah segala.
Meski sejak punya bayi sering tarawih di rumah juga, tapi melihat keadaan seperti ini jadi sedih aja karena jadi nggak leluasa ke masjid. Lihat Mekkah yang sepi aja pengen nangis...huhu.
(5) Terkait shalat Tarawih
Ibnu Rojab berkata :
وَاعْلَمْ أَنَّ الْمُؤْمِنَ يَجْتَمِعُ لَهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ جِهَادَانِ لِنَفْسِهِ: جِهَادٌ بِالنَّهَارِ عَلَى الصِّيَامِ وَجِهَادٌ بِاللَّيْلِ عَلَى الْقِيَامِ، فَمَنْ جَمَعَ بَيْنَ هَذَيْنِ الْجِهَادَيْنِ وَوَفَّى بِحُقُوْقِهِمَا وَصَبَرَ عَلَيْهِمَا وُفِّيَ أَجْرُهُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Ketahuilah bahwasanya di bulan Ramadhan terkumpul pada seorang mukmin dua jihad an-nafs, jihad di siang hari untuk berpuasa, dan jihad di malam hari dengan shalat malam. Maka siapa yang menggabungkan antara dua jihad ini dan menunaikan hak keduanya serta bersabar dalam menjalani keduanya maka pahalanya akan dipenuhi tanpa hisab” ()
Berikut ini permasalahan-permasalahan yang terkait denga shalat tarawih :
Pertama : Boleh shalat tarawih di rumah
Adapun mengadakan shalat tarawih berjamaah di rumah maka hal ini boleh secara umum terlebih lagi dalam kondisi covid 19.
An-Nawawi berkata :
فَصَلَاةُ التَّرَاوِيحِ سُنَّةٌ بِإِجْمَاعِ الْعُلَمَاءِ … وَتَجُوزُ مُنْفَرِدًا وَجَمَاعَةً
“Maka shalat tarawih sunnah berdasarkan ijmak ulama…dan boleh shalat tarawih dikerjakan sendirian dan berjamaáh” ()
Shalat tarawih di rumah baik bersendirian atau berjamaáh bersama keluarga adalah perkara yang diperbolehkan, hanya saja dahalu para salaf kawatir kalau semua orang shalat tarawih di rumah maka masjid akan terbengkalai dan syi’ar shalat tarawih di masjid akan pudar.
Al-Laits bin Saád (wafat 175 H) berkata
لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ قَامُوا فِي رَمَضَانَ لِأَنْفُسِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ حَتَّى يُتْرَكَ الْمَسْجِدُ لَا يَقُومُ فِيهِ لَكَانَ يَنْبَغِي أَنْ يَخْرُجُوا إِلَى الْمَسْجِدِ حَتَّى يَقُومُوا فِيهِ فِي رَمَضَانَ لِأَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ مِنَ الْأَمْرِ الَّذِي لَا يَنْبَغِي لِلنَّاسِ تَرْكُهُ وَهُوَ مِمَّا سَنَّ عُمَرُ لِلْمُسْلِمِينَ وَجَمَعَهُمْ عَلَيْهِ، وَأَمَّا إِذَا كَانَتِ الْجَمَاعَةُ قَدْ قَامَتْ فِي الْمَسْجِدِ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ فِي بَيْتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ
“Seandainya orang-orang seluruhnya di bulan Ramadhan shalat malam sendiri atau bersama keluarga mereka hingga ditinggalkan masjid sehingga tidak ditegakan shalat tarawih di masjid, tentu yang seharusnya adalah mereka keluar ke masjid hingga mereka shalat tarawih di masjid ketika bulan Ramadhan. Karena shalat tarawih di bulan Ramadhan merupakan perkara yang hendaknya tidak ditinggalkan oleh masyarakat, dan itu merupakan perkara yang disunnahkan oleh Umar untuk kaum muslimin, dan Umar mengumpulkan kaum muslimin untuk melaksanakannya.
Adapun jika jamaáh (shalat tarawih) telah tegak di masjid maka tidak mengapa seseorang shalat sendirian di rumahnya dan bersama keluarganya” ()
Kedua : Mana yang lebih baik shalat sendiri di rumah atau berjamaáh dengan keluarga?
Sebelumnya para ulama berselisih mana yang lebih afdhol shalat tarawih berjamaáh di masjid atau shalat sendirian di rumah. Sebagian ulama memandang shalat tarawih berjamaáh di masjid di Bulan Ramadhan lebih afdol dibandingkan shalat sendirian di rumah, karena itulah yang dipraktikan oleh Umar bin al-Khottob yang mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih di al-Masjid an-Nabawi di-imami oleh Ubay bin Kaáb. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafiah, dan Hanabilah. Mereka berdalil dengan hadits berikut :
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى بَقِىَ سَبْعٌ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ فَلَمَّا كَانَتِ السَّادِسَةُ لَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا كَانَتِ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ. قَالَ فَقَالَ «إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ».
Abu Dzar berkata: Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah, beliau tidak melakukan qiyam ramadhan pun kecuali tersisa 7 hari, beliau pun mengimami shalat kami hingga lewat sepertiga malam, lalu ketika tersisa 6 hari, beliau tidak shalat bersama kami, dan ketika tersisa 5 hari beliau shalat mengimami kami hingga lewat setengah malam, lalu aku bertanya: wahai Rasulullah, sekiranya engkau tambahi shalat lagi sisa malam ini, maka beliau mengatakan “Sesungguhnya jika seorang shalat bersama imam sampai selesai maka dihitung shalat semalam”.
Read more https://firanda.com/3922-fikih-seputar-ramadhan-terkait-covid-19.html