Menginap di Hotel Tugu Sri Lestari Blitar
Senja memasuki kota Blitar, kota kecil di selatan Jawa Timur yang sejuk dan sederhana. Sudah memasuki waktu Maghrib tapi kami masih belum memutuskan mau menginap di mana malam itu. Sebenarnya lebih karena bingung, situs booking online tidak menawarkan banyak pilihan penginapan di kota ini, terlebih timing kita dadakan begini.
Blitar memang tidak luas, sambil berkeliling pun sudah ketemu lokasi beberapa penginapan yang jaraknya nggak begitu jauh satu sama lain. Dari informasi di internet, hampir tak ada hotel di Blitar yang punya fasilitas swimming pool, hanya ketemu satu, itu pun masih simpang siur informasi ada atau tidaknya.
Setelah baca-baca review, kami putuskan untuk menginap di Hotel Tugu Sri Lestari. Simply karena testimoni yang pada bilang puas dengan layanan dan keunikan suasana yang ditawarkan Hotel Tugu. Konon, hotel ini adalah salah satu yang tertua di Indonesia.
Hotel Tugu Blitar, unprecedentedly the best hotel and restaurant in Blitar, East Java, is housed in a colonial building that was built in the 1850s, and was previously owned by a distinguished family of Blitar. After the second World War, the hotel was called Hotel Centrum; many years after the name was changed to Hotel Sri Lestari – and later become Tugu – Sri Lestari. - tuguhotels.com
Nah, tambah penasaran deh...yang kebayang sama saya adalah arsitektur bangunan kolonial yang njawani, serupa dengan karakter hotel Tugu yang pernah kami lihat di Malang.
Lokasi hotel ini mudah dicari, pinggir jalan banget nggak jauh dari Alun-Alun Blitar/Taman Pecut. Saking mudahnya, hampir aja kelewatan karena posisinya yang tidak menonjol sejajar dengan ruko-ruko lain di sepanjang jalan Merdeka. Plang nama pun terlampau atas, hampir nggak keliatan.
Jalan masuknya unik banget, berupa lorong dengan untaian akar dari pohon kiri kanan...di sisi kiri adalah restaurant, sedangkan sisi kanan adalah lobi yang cukup besar, diisi beberapa kursi jati dan interior yang bikin pengen foto sambil berkebaya.
Blitar memang tidak luas, sambil berkeliling pun sudah ketemu lokasi beberapa penginapan yang jaraknya nggak begitu jauh satu sama lain. Dari informasi di internet, hampir tak ada hotel di Blitar yang punya fasilitas swimming pool, hanya ketemu satu, itu pun masih simpang siur informasi ada atau tidaknya.
Setelah baca-baca review, kami putuskan untuk menginap di Hotel Tugu Sri Lestari. Simply karena testimoni yang pada bilang puas dengan layanan dan keunikan suasana yang ditawarkan Hotel Tugu. Konon, hotel ini adalah salah satu yang tertua di Indonesia.
Hotel Tugu Blitar, unprecedentedly the best hotel and restaurant in Blitar, East Java, is housed in a colonial building that was built in the 1850s, and was previously owned by a distinguished family of Blitar. After the second World War, the hotel was called Hotel Centrum; many years after the name was changed to Hotel Sri Lestari – and later become Tugu – Sri Lestari. - tuguhotels.com
Nah, tambah penasaran deh...yang kebayang sama saya adalah arsitektur bangunan kolonial yang njawani, serupa dengan karakter hotel Tugu yang pernah kami lihat di Malang.
Lokasi hotel ini mudah dicari, pinggir jalan banget nggak jauh dari Alun-Alun Blitar/Taman Pecut. Saking mudahnya, hampir aja kelewatan karena posisinya yang tidak menonjol sejajar dengan ruko-ruko lain di sepanjang jalan Merdeka. Plang nama pun terlampau atas, hampir nggak keliatan.
Jalan masuknya unik banget, berupa lorong dengan untaian akar dari pohon kiri kanan...di sisi kiri adalah restaurant, sedangkan sisi kanan adalah lobi yang cukup besar, diisi beberapa kursi jati dan interior yang bikin pengen foto sambil berkebaya.
Bangunan utama tampak malam vs tampak Siang |
Resepsionis menyambut ramah saat saya menyodorkan bukti pemesanan kamar dari Tiket.com yang dibooking saat berkeliling tadi. I put no expectation here, dapat kamar model apa saja oke, hanya perlu tempat untuk istirahat karena besok pagi pun udah harus check out.
Petugas mengantar kami ke kamar tipe Deluxe 502 yang berada di lantai 1 dari bangunan 3 lantai. Model kamar-kamar di sini langsung menghadap ke pekarangan/tempat parkir (tidak seperti hotel modern yang pintunya saling berhadapan). Di depan kamar tersedia kursi dan meja duduk untuk menikmati welcoming snack yang disediakan berupa teh/kopi dan buah-buahan tropis.
Kamarnya sendiri nggak begitu luas, begitu buka pintu langsung ketemu kasur. Alhamdulillah dapat twin bed, karena kalau dapat double bed kudu atur formasi agar cukup 5 orang. Meski mungil, kamarnya apik dan terasa nyaman.
Di depan kasur ada nakas yang di atasnya terdapat TV LCD cukup besar dengan channel tv kabel. Di bawah nakas tersedia dua pasang kelom atau bakiak kayu, menambah suasana tradisional dipadukan dengan lantai tegel kunci jadoel berwarna broken white.
Lemari baju dari kayu berdiri di mana dua botol air mineral diletakkan beserta keterangan harga minuman yang tersedia dalam kulkas mini di bawahnya. Hanya ada Pocari Sweat dan Ion Water sih, harganya pun 8000an, tapi keberadaan kulkas mini menambah value kamar yang harganya nggak lebih dari 400 ribuan ini. Di sisi lemari satunya, terdapat hanger dan gantungan baju plus laundry bag dan tarifnya. Cukup lengkap.
Nah, sudut favorit saya adalah meja wastafel. Ukurannya cukup lebar, dilengkapi dengan toilettries yang dikemas kardus seperti waktu kita crafting zaman sekolah dulu. Isinya masing-masing sikat-odol, shower cap, sabun, shampo dan sewing kit. Lucu banget kan! Di atas wastafel ada cermin besar berbingkai warna emas dengan pencahayaan yang manis bikin pengen terus-terusan ngaca.
Sisi sebelah kanan wastafel terdapat lilin aromaterapi, korek api dan baygon mat. Serius, baru kali ini lihat hotel menyediakan obat nyamuk :)) Tapi justru nilainya bertambah lagi untuk kamar ini, karena langsung menghadap luar, kemungkinan nyamuk mungkin saja ada, maka untuk meminimalisir komplen netijen nan budiman, mereka preventif menyediakan obat nyamuk elektrik.
Nah, sudut favorit saya adalah meja wastafel. Ukurannya cukup lebar, dilengkapi dengan toilettries yang dikemas kardus seperti waktu kita crafting zaman sekolah dulu. Isinya masing-masing sikat-odol, shower cap, sabun, shampo dan sewing kit. Lucu banget kan! Di atas wastafel ada cermin besar berbingkai warna emas dengan pencahayaan yang manis bikin pengen terus-terusan ngaca.
Sisi sebelah kanan wastafel terdapat lilin aromaterapi, korek api dan baygon mat. Serius, baru kali ini lihat hotel menyediakan obat nyamuk :)) Tapi justru nilainya bertambah lagi untuk kamar ini, karena langsung menghadap luar, kemungkinan nyamuk mungkin saja ada, maka untuk meminimalisir komplen netijen nan budiman, mereka preventif menyediakan obat nyamuk elektrik.
Kebetulan Baygonnya nggak kepake karena gak ada nyamuk |
Satu lagi yang menarik, yaitu kamar mandi. Sesaat waktu lihat di foto agak gelap dan suram, tapi ternyata enggaaaa...karena dindingnya warna hijau aja sih jadi kaya gelap.
Pas masuk, kesan suram itu langsung hilang...karena kamar mandinya bersiih, flush lancar, tisu gulung, handuk dan gantungan, WC nya modern (WC duduk baru), dan shower panas-dingin yang airnya turah-turah mau malam ataupun pagi!!
Hepiii banget bisa mandi lama-lama di dalem, berasa iklan sabun. Ada yang lucu juga di dalam kamar mandi, yaitu kursi duduk yang dilapis kain. Saya nyolek suami, "itu kursi buat apaan sih?". Sempat sama-sama bengong sebentar, akhirnya ketahuan itu kursi buat mandi sambil duduk gitu wkwkwk...mungkin pegel ya, atau buat lansia yang ngga kuat lama-lama berdiri, nice service.
Kualitas tidur oke, mungkin memang ngantuk juga. Tapi ya cukup memuaskan kok, bantalnya satu kasur satu, selimutnya yang agak berantakan dari covernya saat ditarik sampai leher. AC berfungsi dengan baik.
Kualitas tidur oke, mungkin memang ngantuk juga. Tapi ya cukup memuaskan kok, bantalnya satu kasur satu, selimutnya yang agak berantakan dari covernya saat ditarik sampai leher. AC berfungsi dengan baik.
Di antara kasur ada nakas dengan pesawat telepon jadul dan buku menu yang lagi-lagi ala crafting banget. Harga minuman di sini murah-muraaahh...start from 8k, duh kuterharuuu.
Tapi kalau harga makanan, standar hotel, termasuk sajian khas lokal Blitar bandroll-nya mahal.
Malam harinya kami makan di Kuning Kitchen and Cafe, nggak jauh dari hotel... Nggak ada alasan khusus sih kenapa makan di sini. Untuk ukuran kota kecil, harga menu di sini "lumayan", tapi sepadan dengan porsi yang besar bisa untuk makan rame-rame. Di Kuning juga jual gelato, plus jual spot-spot instagramable :)
Saat balik lagi ke hotel saya sempatkan berjalan-jalan keliling hotel untuk ambil foto. Biasanya, hotel tua model tradisional begini suka ada gosip-gosip spooky, dan itu juga yang kemarin sempat jadi kekhawatiran...bakalan bisa tidur nggak ya?
Malam harinya kami makan di Kuning Kitchen and Cafe, nggak jauh dari hotel... Nggak ada alasan khusus sih kenapa makan di sini. Untuk ukuran kota kecil, harga menu di sini "lumayan", tapi sepadan dengan porsi yang besar bisa untuk makan rame-rame. Di Kuning juga jual gelato, plus jual spot-spot instagramable :)
Saat balik lagi ke hotel saya sempatkan berjalan-jalan keliling hotel untuk ambil foto. Biasanya, hotel tua model tradisional begini suka ada gosip-gosip spooky, dan itu juga yang kemarin sempat jadi kekhawatiran...bakalan bisa tidur nggak ya?
Sebetulnya hotel ini cocok banget buat foto-foto instagram, lampu-lampu temaram di taman dan berbagai pernak pernik Jawa-kolonial di sudut-sudutnya bakalan keren banget kalo dipajang di sosmed. Sayangnya kamera hape saya kurang bagus untuk cahaya yang minim hihi #kesiaaan.
Pada bangunan utama yang berada di tengah-tengah, terdapat empat kamar yang difungsikan sebagai kelas Presidential Suite. Bangunan bergaya indische emire style ini awalnya bukanlah sebuah hotel, melainkan rumah tinggal. Konon, hotel ini erat kaitannya dengan Presiden Soekarno yang memang merupakan wong asli mblitar. Tak heran di area tengah banyak terdapat foto-foto Bung Karno dalam acara kenegaraan dan benda-benda antik lainnya.
Di sudut lain, ada semacam pawon dengan meja kursi yang mungkin difungsikan untuk tempat ngobrol atau berfoto. Belakangan saya tahu itu namanya Waroeng Jawa, dan benar dipakai sebagai tempat duduk-duduk menikmati afternoon snack setiap sore sebagai pelayanan pada tamu-tamu hotel. Waroeng Jawa diset ala-ala jadoel gitu dengan perabotan dan tungku-tungku tradisional.
Terus terang, saat malam di sini agak deg-degan. Lalu saya buru-buru ngibrit ke spot berikutnya yang yah, sebenernya biasa aja sih...hanya karena sepi aja jadi berasa khawatir.
Ah iya, di sebelah bangunan utama ada ruangan gamelan yang menurut resepsionis pertunjukannya dimainkan setiap hari Jumat. Sayang nggak kebagian nonton...
Pagi-pagi, sinar matahari menyapa sudut kamar, gorden hanya ada satu lapis tanpa vitrase, jadi nggak bisa dibuka kecuali mau show off xixixi.
Pada bangunan utama yang berada di tengah-tengah, terdapat empat kamar yang difungsikan sebagai kelas Presidential Suite. Bangunan bergaya indische emire style ini awalnya bukanlah sebuah hotel, melainkan rumah tinggal. Konon, hotel ini erat kaitannya dengan Presiden Soekarno yang memang merupakan wong asli mblitar. Tak heran di area tengah banyak terdapat foto-foto Bung Karno dalam acara kenegaraan dan benda-benda antik lainnya.
Di sudut lain, ada semacam pawon dengan meja kursi yang mungkin difungsikan untuk tempat ngobrol atau berfoto. Belakangan saya tahu itu namanya Waroeng Jawa, dan benar dipakai sebagai tempat duduk-duduk menikmati afternoon snack setiap sore sebagai pelayanan pada tamu-tamu hotel. Waroeng Jawa diset ala-ala jadoel gitu dengan perabotan dan tungku-tungku tradisional.
Ah iya, di sebelah bangunan utama ada ruangan gamelan yang menurut resepsionis pertunjukannya dimainkan setiap hari Jumat. Sayang nggak kebagian nonton...
Pagi-pagi, sinar matahari menyapa sudut kamar, gorden hanya ada satu lapis tanpa vitrase, jadi nggak bisa dibuka kecuali mau show off xixixi.
Sarapan dimulai pukul 7 di Colony Restaurant dengan menu yang sudah ditentukan hotel. Kita tinggal memesan mau sarapan soto, rawon, pecel atau nasi goreng. Alangkah baiknya pihak resto memberikan free 1 porsi untuk anak-anak selain 2 porsi yang sudah include. Kami memesan soto ayam, pecel Blitar dan nasi goreng. Teh dan kopi tersedia free flow, suami pesan tambahan iced lemongrass tea.
Colony Resto |
nasi goreng, soto ayam |
legendary pecel Blitar |
Rasa makanan menurut saya cukup baik, pecelnya lengkap disajikan dalam pincuk dengan lauk rempah kelapa, rempeyek kacang, sayuran hijau dan bumbu yang bercita rasa pedas manis. Sotonya anak-anak suka dan tandas. Nasi goreng porsi cukup komplet dengan kerupuk udang.
Beres sarapan anak-anak dan suami kembali ke kamar sambil beberes dan nonton tv. Saya penasaran naik ke lantai dua untuk melihat view dari atas.
Beres sarapan anak-anak dan suami kembali ke kamar sambil beberes dan nonton tv. Saya penasaran naik ke lantai dua untuk melihat view dari atas.
Bertemu dengan beberapa petugas yang sedang membersihkan kamar, saya disapa oleh seorang bapak tua yang sedang menyapu lantai. Bapak itu dengan lancar bercerita bahwa Ibu Megawati sewaktu masih jadi presiden rutin menginap di sini setiap merayakan haul Bung Karno. Selain Megawati juga pejabat-pejabat lainnya seperti Raja Thailand dan tamu-tamu luar negeri lain langganan bermalam di hotel ini kalau sedang ke Blitar.
Kalau lihat websitenya, sepertinya kita bisa mendapatkan pengalaman lebih yang bisa dilayani oleh hotel ini. Paket wisata ke Candi Penataran, Kebun Kopi dan Makam Bung Karno, misalnya. Yakin deh, tamu-tamu tertentu pasti nggak akan melewatkan layanan ini selagi ada yang memfasilitasinya.
Bapak ini--yang dengan menyesal saya lupa menanyakan namanya--sudah lama sekali bekerja di hotel Tugu, dari sejak namanya masih hotel Centrum dan bangunannya masih sangat sederhana. "Tahun 70an sebelum kamu lahir, saya sudah kerja di sini, Ning," ujar si Bapak yang masih tampak bugar dan cekatan di usia senjanya.
"Ini hotel yang paling tua, mungkin se-Indonesia, di antara hotel Tugu yang lainnya, ini paling tua." Bapak masih melanjutkan ceritanya seraya menunjuk pohon-pohon besar yang ada di tempat parkir dan taman.
"Yang paling tua, itu pohon mangga yang ada di sana...sampai sekarang masih berbuah, tapi sudah kami babat karena takut mangganya menjatuhi mobil."
Saya menunjuk pohon beringin besar yang akarnya menjuntai-juntai, "Kalau pohon itu udah lama juga ya, Pak?" Dengan mengejutkan si Bapak bilang bahwa pohon itu masih lebih muda dibanding pohon mangga yang barusan dia ceritakan. Ada satu pohon lagi di pekarangan yang saya kurang jelas namanya. Ketiga pohon itu ia yang merawatnya sedari kecil, masih bisa dibentuk-bentuk sampai sekarang sudah jadi pohon raksasa yang membuat adem suasana lingkungan hotel.
Tentang pohon di jalan masuk yang akarnya terjuntai rapi, dia menyebut namanya juga tapi saya lupa (duh, apa atuh aku mah sagala poho...).
Kalau lihat websitenya, sepertinya kita bisa mendapatkan pengalaman lebih yang bisa dilayani oleh hotel ini. Paket wisata ke Candi Penataran, Kebun Kopi dan Makam Bung Karno, misalnya. Yakin deh, tamu-tamu tertentu pasti nggak akan melewatkan layanan ini selagi ada yang memfasilitasinya.
Bapak ini--yang dengan menyesal saya lupa menanyakan namanya--sudah lama sekali bekerja di hotel Tugu, dari sejak namanya masih hotel Centrum dan bangunannya masih sangat sederhana. "Tahun 70an sebelum kamu lahir, saya sudah kerja di sini, Ning," ujar si Bapak yang masih tampak bugar dan cekatan di usia senjanya.
"Ini hotel yang paling tua, mungkin se-Indonesia, di antara hotel Tugu yang lainnya, ini paling tua." Bapak masih melanjutkan ceritanya seraya menunjuk pohon-pohon besar yang ada di tempat parkir dan taman.
"Yang paling tua, itu pohon mangga yang ada di sana...sampai sekarang masih berbuah, tapi sudah kami babat karena takut mangganya menjatuhi mobil."
Saya menunjuk pohon beringin besar yang akarnya menjuntai-juntai, "Kalau pohon itu udah lama juga ya, Pak?" Dengan mengejutkan si Bapak bilang bahwa pohon itu masih lebih muda dibanding pohon mangga yang barusan dia ceritakan. Ada satu pohon lagi di pekarangan yang saya kurang jelas namanya. Ketiga pohon itu ia yang merawatnya sedari kecil, masih bisa dibentuk-bentuk sampai sekarang sudah jadi pohon raksasa yang membuat adem suasana lingkungan hotel.
Tentang pohon di jalan masuk yang akarnya terjuntai rapi, dia menyebut namanya juga tapi saya lupa (duh, apa atuh aku mah sagala poho...).
Ketimbang bertanya ini hotel pemiliknya siapa dan apakah si owner punya anak (buat mantuuuu maksudnyaaaa), saya malah bertanya "Apa pernah ada cerita-cerita serem di sini, Pak? Katanya, ini dulunya bekas makam."
Bapak itu tertawa renyah dan menggeleng. "Ndak, ndak ada itu, Mbak. Saya tidur di mana aja di sini kok nggak pernah ada yang ganggu," jawabnya dengan yakin. Baiklah aku mengangguk saja, mau apa pulak gue tanya-tanya begituan hadeuuh.
ini tema bahasan saya dengan si Bapak |
Setelah pamit pada si Bapak, saya kembali turun dan berkeliling hotel. Luas hotel Tugu Blitar ini sekitar 5.370m2 dengan total 56 kamar berbagai tipe. Biaya menginap mulai 350 ribu sampai 2-3 juta untuk Sang Fajar Presidential Suite. Kamar petilasan Bung Karno ini bebas disewa oleh pengunjung manapun yang ingin menikmati romansa sejarah di kota Patria ini.
Jam 9 kami check out dari kamar, bertemu kembali dengan si Bapak yang membantu kami keluar dari parkiran. "Langsung pulang, Ning?" tanyanya ramah. "Nggih, Pak. Matur nuwun, monggo!" Jawab saya dan suami berbarengan sambil melambaikan tangan. Nggak salah memang kalau hospitality dan service di hotel ini asli jempolan.
Menurut saya, ini yang terbaik di Blitar. Menginap dengan suasana yang berbeda, cocok dengan ambiance kotanya yang mungil, asri namun penuh kesan kejayaan kota tua.
Anak-anak sama sekali nggak komplen dengan ketiadaan pool, mereka cukup happy bisa berlarian di pekarangan depan kamar, mandi air hangat dan tidur yang nyenyak. Until we meet again, Blitar!
Hotel Tugu Sri Lestari Blitar
Jl. Merdeka 173 Blitar
East Java • Indonesia
+62 342 801 766,
+62 342 801 687,
+6285 335 551 326
East Java • Indonesia
+62 342 801 766,
+62 342 801 687,
+6285 335 551 326
Fax. +62 342 801 763
Reservations: blitar@tuguhotels.com
Reservations: blitar@tuguhotels.com
Dimana-mana kalau ada hotel yang ada nama tugunya,segala ornamen didalamnya kok bersejarah banget ya. Bersejarah maksudnya barang2nya serba kuno...hehehe. Tapi lumayan enak nih bed nya buat melepas lelah.
Betul, mbak. Seneng sih ya, ada yang menjaga kelestarian heritage spt ini. Ah, kalau ngantuk memang kasur tiup pun jadi, hehehe
Langganan ku.. tetap kalo keblitar ke hotel tugu kamr 506.. dan hotel ini banyak pejabat menginap di hotel ini.. ,hotel tugu no 1 di blitar..., dan kata teman asli belitar yg nginap di hotel tugu rata rata berduit.. bar tidaknya saya tak tau..karna rata rata hotel di blitar 200 sampe 300san
Dari harga, fasilitas dan menu makanan sarapannya mantul ya mba dengan dibandrol 400ribu udah cakep banget nih rekomendasi kalau ke Blitar
worth the price, mbak :)
Kayaknya homy banget ya mbak. Anak-anak main kayak di pekarangan gitu. Memang bolak-balik blitar malang saya juga hampir ga pernah liat hotel. Masih jarang kayaknya.
Kalau aku kayaknya mending enggak kepo, Mba, hahaha, ntar malah ada cerita lain malah serem.
Belajar dari soal info ketersediaan kolam, iya nih, kalau ada info duluan kan kita juga lebih mantap. Bisa mungkin telepon ke hotelnya buat menanyakan, tapi kadang berasa sungkan gitu, apalagi kalau nanya doang ujungnya gak pesan :D
Klasik sekali ya hotelnya. Dengan fasilitas dan hospitality yang seperti itu ditambah harganya yang menurut saya terjangkau sih worth it ya mbak 😄
Aku merasakan hawa hawa jadul pas lihat foto-fotonya. Aku suka lorongnya nih, unik gitu
Jenis hotel kolonial memang menarik untuk dikunjungi, cuma suasananya emang rada spooky. Aku belum pernah ke Blitar, tapi kalau ke sana nanti mau nyoba nginap di sini deh
Keren nih hotel, suka sama bangunan yang klasik namun ada sentuhan modern juga, setiap sudutnya menjadi hal yang menarik dan yang sangat wajib untuk mengambil gambar. Kapan2 kalau ke blitar bolehlah berkunjung ke hotel ini
Hotel cagar budaya ini. Waktu tahun 2013 ke Blitar hotel Tugu blm ada. Namanya blm ganti maksudnya. Semoga bisa main ke Blitar lagi ya. Amin.
Ini bakal jadi rekomendasi nih kalau memilih tempat menginap di Blitar nanti
Waah Blitar, Kota kelahiran suami. Baru sekali kesini tapi ga eksplor banyak, huhu. Btw desainnya hotelnya khas lokal yaa mba. Kalo denger Tugu inget Jogja, ternyata di Blitar juga ada tempat pakai embel embel tugu
Wah hotel ini menarik banget. Wajib dikunjungi kalo ke Blitar. Insya Allah aku mau coba kalo ke sana nanti.. suasana njawani itu lho bikin penasaran bgt.. aku suka suasana etnik kyk gitu.. :D
Hotelnya unik dan antik. Penuh sejarah dan mayoritas berbahan kayu ya. Fasilitasnya juga oke nih. Tapi saya kalau nyari hotel yang penting bisa tidur hihi. Nice share mba, lengkap banget ceritanya ❣️k
Wah bener bgt, jadi pengen foto pakai kebaya ya kalau ke situ. Aku juga suka interior nya antik ala2 zaman dulu gitu dan unik bgt kayanya liat benda2 dibungkus kardus kaya gitu.
Wiii keren juga ya Hotel Tugu-nya, nggak kalah ama yang ada di Malang. Kalo soal rate sama harga makanan di restonya standar ya, Mbak?
Aku amazed kondisinya masih rapih dan berish yaa.. karena biasanya utk merawat bangunan tua tuh lebih effort dan harus ekstra. Aku belum pernah ke Blitar tapi hotel ini bagus nih utk masuk list referensi kalau mau ke sana. Ngebayangin foto2 di sana pasti cakep banget deh hasilnya
Keren deh ini hotelnya. Walau udah tua tapi masih rapih dan bersih yaa.. belum pernah ke Blitar, tapi kalau one day ke sana, hotel ini boleh jadi salah satu pertimbangan. Thank youu
Kelihatannya nyaman banget ya. Dekorasinya bagus, juga ada nuansa tradisionalnya. Kadang kalau menginap atau masuk ke ruangan yang sepi gitu memang ada sensasi merindingnya sih. Tapi well tampak oke untuk disinggahi.
Awalnya saya kira hotel Tugu di Yogya. Ternyata di Blitar dan sudah ada sejak tahun 1850, bisa masuk dalam kategori bangunan heritage hotel ini.
Salaut sama si Bapak yang setia bekerja selama itu disana.. Konsep hotelnya homy ya mba. Tapi aku rada takut kalau ada pohon beringinnya 😆