Day 16 : Zakat Fitrah untuk Lebaran yang Cerah
Adakah yang masih bingung, membedakan antara zakat, infaq dan sodaqoh? kenapa pula tiga kata ini selalu beriringan? Yuk kita bahas sedikit. Dari persamaannya, tiga hal ini intinya merupakan ibadah yang dianjurkan dalam ajaran Islam, yakni dilakukan dengan cara memberikan sesuatu yang kita miliki yang membawa manfaat bagi orang lain. Paham yaa, titik pentingnya ada pada memberi manfaat, baik itu harta, tenaga atau ilmu.
Sedangkan perbedaannya, ada pada waktu pembayarannya. Infaq adalah semua jenis pembelajaan seorang muslim untuk kepentingan diri, keluarga maupun masyarakat. Sedangkan sodaqoh/sedekah tidak harus berupa harta/uang, melainkan apapun yang dapat kita berikan manfaatnya untuk orang lain. Infaq dan sedekah bisa dikeluarkan kapan saja tak berbatas waktu, sedangkan zakat ada ketentuan waktu dan besarannya.
Nah, karena ini sedang bertema Ramadan, salah satu zakat yang wajib dikeluarkan, yakni zakat fitrah ini yang mau saya bahas lebih khusus lagi.
Siapa saja wajib zakat
Siapa yang wajib zakat
Besaran zakat
Cara pembayaran zakat fitrah
Besaran zakat
Cara pembayaran zakat fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim, baik lelaki maupun perempuan, tua ataupun muda, bahkan bayi yang baru lahir menjelang Idul Fitri sekalipun (sebelum terbenamnya hari ke 30 Ramadan)
Disebut wajib zakat, adalah mereka yang mampu, dalam artian mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri. Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan).
Disebut wajib zakat, adalah mereka yang mampu, dalam artian mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri. Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan).
Jika seseorang adalah pencari nafkah, ia berkewajiban membayar zakat fitrah untuk tanggungannya, seperti istrinya, anak-anak, atau kerabatnya.
Hikmah disyari’atkannya zakat fitrah adalah: (1) untuk berkasih sayang dengan orang miskin, yaitu mencukupi mereka agar jangan sampai meminta-minta di hari ‘ied, (2) memberikan rasa suka cita kepada orang miskin supaya mereka pun dapat merasakan gembira di hari ‘ied, dan (3) membersihkan kesalahan orang yang menjalankan puasa akibat kata yang sia-sia dan kata-kata yang kotor yang dilakukan selama berpuasa sebulan.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”
Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar, Nabi Muhammad telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum (H.R. Muslim).
Besaran zakat fitrah
Berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar di atas, besaran zakat fitrah adalah satu sha' kurma atau gandum. Sha' adalah ukuran volume tradisional di masa Nabi dan tidak digunakan lagi untuk hari ini. Maka para ulama mencoba menafsirkan dan menakar seberapa banyak satu sha' jika menggunakan ukuran volume modern. Sha' sendiri adalah empat kali mud, sedangkan mud adalah cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan. Oleh karenanya, satu sha' ini sulit dikonversi ke dalam ukuran berat yang benar-benar tepat pada era modern.
Sebagai catatan, ukuran 1 sha' tersebut adalah untuk satu jiwa. Dengan demikian, jika dalam satu keluarga terdapat sekian orang, maka zakat fitrah yang dibayarkan adalah dikalikan dengan jumlah jiwa yang ada.
Terdapat perbedaan khilafiyah tentang cara pembayaran zakat fitrah. Ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambaliyah, zakat fitrah ditunaikan dengan pemberian makanan pokok daerah masing masing, tidak boleh dengan uang. Namun, menurut mazhab Hanafi, ukuran zakat fitrah tersebut dapat diganti menggunakan uang dengan syarat jumlah uang harus sesuai dengan harga makanan pokok.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sudah memiliki aturan tersendiri tentang penghitungan zakat fitrah, yaitu sebesar 2,5 kg atau 3,5 liter untuk tiap-tiap jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok mesti sesuai dengan kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi oleh penyetor zakat (muzakki) sehari-hari. Dengan demikian, seorang muzakki tidak dapat mengurangi kualitas beras yang dizakatkannya, menjadi beras yang lebih murah, dan sebagainya.
Waktu pembayaran zakat fitrah
Waktu pembayaran zakat fitrah ada dua: (1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar.
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”
Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.”
Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ
“’Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri.”
Jadi, setiap waktu ada dalil yang membolehkannya, tentu saja yang sesuai dengan tujuannya yaitu mendekati waktu Idul Fitri (bukan di awal Ramadhan ataupun 1-2 taun sebelumnya).
Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan, maka selayaknya kita tidak menunda-nunda ataupun mengulur waktunya jadi setelah sholat Ied. Kewajiban zakat ini tidak gugur karena waktunya sudah lewat, melainkan jadi utangan tetap harus dikeluarkan. Wallahu a'lam.