Day 21 : Tips Melatih Anak Berpuasa
(NOAH SEELAM/AFP/Getty Images)
|
Pastinya sih masing-masing orangtua punya dasar alasan waktu yang tepat mengenalkan puasa pada anak-anaknya.
Namun secara syariat, Islam tidak mematok usia berapa anak kecil harus berpuasa. Karena secara umum, jatuhnya hukum wajib menjalankan syariat adalah ketika sudah mencapai usia mukalaf atau aqil baligh. Puasa tidak diwajibkan bagi anak kecil. Namun bagi anak yang sudah tamyiz, puasa yang dilakukannya itu sah meskipun belum wajib. (Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 551).
Muhammad Al Khotib berkata, “Diperintahkan puasa bagi anak usia tujuh tahun ketika sudah mampu. Ketika usia sepuluh tahun tidak mampu puasa, maka ia dipukul.” (Al Iqna’, 1: 404).
Sedangkan yang dimaksud tamyiz adalah bisa mengenal baik dan buruk atau bisa mengenal mana yang manfaat dan mudhorot (bahaya) setelah dikenalkan sebelumnya. Anak yang sudah tamyiz belum dikenai kewajiban syari seperti shalat, puasa atau haji. Akan tetapi jika ia melakukannya, ibadah tersebut sah dan mendapat pahala karenanya.
Dalam kitab Shahih Al Bukhari, terdapat bab khusus tentang berpuasanya anak-anak. Dalam pengantarnya imam al Bukhari mengutip perkataan khalifah Umar bin al Khattab yang sedang geram dengan ulah orang yang mabuk di bulan Ramadhan, seakan-akan ia tidak malu dengan anak-anak kecil yang sudah mau belajar berpuasa.
وقال عمر رضي الله عنه لنشوان في رمضان: ويلك، وصبياننا صيام، فضربه
“Umar Ra. berkata kepada orang yang sedang mabuk di bulan Ramadhan: “Celakalah kamu, padahal anak-anak kecil kami berpuasa, maka ia pun memukulnya (sebagai hukuman baginya).”
Sampai hari ke 24 ini, alhamdulillah A1 dan A2 masih lancar penuh puasanya. Usia mereka memang masih 8 dan 6 tahun, baru akan tambah umur akhir tahun nanti.
Buat kakak A1, ini tahun ketiga dia berpuasa Ramadan. Dimulai waktu TK B saat usianya 6.5th, waktu itu kalo telat bangun sahur ya makan pas sebangunnya aja di bawah jam 9, tapi puasanya langsung penuh sebulan.
Sedangkan buat A2, ini kali pertama dia mulai berpuasa penuh, TK B juga, 6.8th. Tahun lalu dia masih ikut-ikutan puasa bedug, kadang juga nggak puasa.
Kenapa saya mulai menerapkan puasa pada anak-anak di umur 6++ ? Awalnya semata-mata dari permintaan mereka sendiri. Tentunya kami sebagai orangtua tugasnya mengenalkan syariat, menggali hikmah dan memberi contoh. Kami hanya menawarkan, "Bulan depan itu bulan puasa. Kakak/dede mau puasa nggak?" Jawaban mereka serempak "Mauuuu". Kalaulah pertanyaannya dibuat penekanan seperti "Bulan depan kakak sama dede belajar puasa yaa...", jawabannya masih tetap positif "Iya."
Ya udah, ketika gayung bersambut, kami guyur balik dengan pembekalan-pembekalan tentang puasa, terutama puasa Ramadan (yang paling dekat dan konkret yang akan mereka hadapi). Secara teknis, kami jelaskan berpuasa itu mulai adzan subuh sampe adzan magrib, selama itu kita tidak makan dan tidak minum. Kita kasih tau tentang keberkahan makan sahur, kenapa Allah tidak perintahkan puasa 24 jam dan harus menyegerakan berbuka. Yang simpel-simpel aja sih, yang kejangkau sama pikiran mereka.
Ketika penjelasan memunculkan pertanyaan "kenapa", baru kami jawab lagi dengan memasukkan konsep. Misalkan, A2 yang masih sering bertanya kenapa kita harus puasa, kenapa puasanya harus sampe magrib. Di sini baru kami masukkan nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dalam berpuasa. Termasuk saat dia mulai merengek gara-gara lihat adiknya makan sereal, hoho...tidak semudah itu, Ferguso. Bagi kami, ini momen terbaik untuk sekalian membentuk mental sabar dan pengendalian diri.
Ketika penjelasan memunculkan pertanyaan "kenapa", baru kami jawab lagi dengan memasukkan konsep. Misalkan, A2 yang masih sering bertanya kenapa kita harus puasa, kenapa puasanya harus sampe magrib. Di sini baru kami masukkan nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dalam berpuasa. Termasuk saat dia mulai merengek gara-gara lihat adiknya makan sereal, hoho...tidak semudah itu, Ferguso. Bagi kami, ini momen terbaik untuk sekalian membentuk mental sabar dan pengendalian diri.
Orang tua penting untuk hadir penuh dalam proses berpuasa ini. Akan ada banyak pertanyaan yang muncul dari perut-perut mungil yang sedang beradaptasi itu. Maka kita bisa segera merespon keingintahuannya.
Saat ada anak tetangga yang beragama Hindu main ke rumah, anak-anak cerita kalo mereka sedang berpuasa. Lalu si anak tsb juga nimbrung bahwa dirinya (atau maksudnya keluarganya) juga suka puasa. Pantikan pertanyaan muncul, "Bu, kan orang Islam itu wajib puasa...tapi Gita bukan orang Islam, kok puasa?" Aha, satu lagi nilai yang bisa dipahamkan ke anak-anak, kali ini nilai keberagaman. Praktikal, tanpa harus berupa wacana ala textbook sekolah.
Pada kesempatan lain di lingkungan yang lebih luas, anak mungkin aja bertanya dengan dasar yang diketahuinya. Misalkan dia tahu si C seorang muslim, tapi tempo hari dia melihat si C sedang merokok di siang hari. Pemandangan ini pasti menimbulkan kebingungan di benak anak, kalo bukan ortu, mau siapa lagi yang memberikan penjelasan berimbang dan tidak menghakimi? Salah-salah, pas tanya ke orang lain, hanya sumpah serapah yang didapat, akibatnya anak pun lebih fasih ngata-ngatain orang ketimbang mengenal pelanggaran syariat.
Tahun lalu saya ngikutin status-statusnya bu Sarra Risman di Facebook tentang melatih anak berpuasa, salah satu coachingnya adalah ini...
Saat ada anak tetangga yang beragama Hindu main ke rumah, anak-anak cerita kalo mereka sedang berpuasa. Lalu si anak tsb juga nimbrung bahwa dirinya (atau maksudnya keluarganya) juga suka puasa. Pantikan pertanyaan muncul, "Bu, kan orang Islam itu wajib puasa...tapi Gita bukan orang Islam, kok puasa?" Aha, satu lagi nilai yang bisa dipahamkan ke anak-anak, kali ini nilai keberagaman. Praktikal, tanpa harus berupa wacana ala textbook sekolah.
Pada kesempatan lain di lingkungan yang lebih luas, anak mungkin aja bertanya dengan dasar yang diketahuinya. Misalkan dia tahu si C seorang muslim, tapi tempo hari dia melihat si C sedang merokok di siang hari. Pemandangan ini pasti menimbulkan kebingungan di benak anak, kalo bukan ortu, mau siapa lagi yang memberikan penjelasan berimbang dan tidak menghakimi? Salah-salah, pas tanya ke orang lain, hanya sumpah serapah yang didapat, akibatnya anak pun lebih fasih ngata-ngatain orang ketimbang mengenal pelanggaran syariat.
Tahun lalu saya ngikutin status-statusnya bu Sarra Risman di Facebook tentang melatih anak berpuasa, salah satu coachingnya adalah ini...
Ramadhan tips day #3:Tegas... tp flexible. Fleksibel... tp tegas. Anak-anak2 di bawah 7 akan maju mundur dalam progres nya menuju keberhasilan puasa sepanjang hari. Krn badannya sedang adaptasi. Adaptasi akan rasa lapar, haus dan kehilangan energi. Jd orgtua Hrs tau kapan bertahan, merayu dan mengizinkan. Hrs jeli melihat mereka hanya sekedar merengek, Bs di alihkan dg mainan dan tidur, atau memang sudah tidak memungkinkan. Ini membutuhkan kesabaran dan keistiqamahan luar biasa. Apalagi krn kita nya jg sedang puasa. Tp memang mengasuh mahluk-mahluk surga tidak selalu mudah. Mereka yang di kasih kemudahan dalam hal yg ini, akan di uji di hal2 yg lain jg. Jd jgn sibuk melihat anak sodara. Mereka beda tubuh, beda kemampuan, beda kepribadian dan beda pengasuhannya jg. Fokus sm anak kita sj, kita tidak di hisab atas anak tetangga sebelah. Semoga para orgtua bisa meluangkan tenaga, kesabaran dan waktu sampai anaknya menikmati proses puasa. Proses ini jgn di delegasikan ke org lain, krn yg di titipin suka ga sabar dan dg mudah mengizinkannya berbuka. Mereka tidak akan seperduli kita, lha.. Bkn anaknya. Jd nanti progres nya bisa rusak semua. Pdhl kl nanti anak kita susah puasa krn kita ga latih, kita kena neraka nya jg.
Orang yang ingin bisa 'memimpin sebuah orkestra', harus mau membalikkan tubuhnya dari dunia.Untuk A2 yang terkadang suka merengek, saya berlakukan watch and observe. Apakah dia merengek sekadar 'kabita' alias kepengen atau memang benar-benar sudah nggak bisa bertahan. Jika hanya atas dasar kepingin, saya alihkan perhatiannya dari hal-hal yang bikin dia oleng. Suruh tidur atau main keluar misalnya. Jam 2 tidur siang, jam 4 bangun lanjut ngaji, jam 5 sudah ceria lagi lari-larian sambil nunggu-nunggu adzan magrib. Kalo saya udah menyerah di kali pertama dia merajuk, saya nggak akan lihat raut wajah puas dan bahagia nya dia tiap kali berhasil melewati magrib hari ini.
Saya nggak pernah melarang adiknya untuk makan ngumpet dari kakak, atau menyingkirkan segala berbau makanan dari meja makan. Saya bikin kue kering saat siang, di mana wangi butter dan selai nanas menyeruak dari balik tutup oven. Alih-alih ingin nyomot kue saat itu juga, anak-anak jadinya inisiatif nge-tag jatah kuenya sendiri untuk dimakan saat berbuka. Ibu mana yang nggak bersyukur lihat anak-anaknya menunjukkan sikap pengendalian diri yang baik.
Saya juga nggak membudayakan anak-anak berbuka dengan yang manis-manis. Mereka harus merasakan nikmatnya berbuka puasa cukup dengan air putih saja. Ketika dahaga terpuaskan, boleh lanjut mengisi perut yang lapar dengan secukupnya makanan. Cukupkan nutrisinya, penuhi kebutuhan badannya. Nggak ada orang mati karena puasa.
"Tapi Bambu mati karena nggak mau makan....", lagi-lagi cerita si kucing muncul saat wacana 'tidak makan' sedang bergulir.
"Puasa itu beda dengan tidak/tidak mau makan. Itu kenapa sahur itu penting, tapi kamu nggak akan mati karena nggak sahur." Sekian jawaban saya yang nggak diperpanjang lagi sama anak-anak.
Bulan puasa juga jadi waktunya anak-anak belajar menahan diri, dan ini nggak hanya semata-mata soal puasa, tapi juga berlaku pada keinginan-keinginan lainnya. Membiasakan mereka mengenali kebutuhan dan keinginan, mengendalikan diri, menahan nafsu dan berlatih untuk berpikir ulang terhadap sesuatu.
Apa tidak terlalu kecil? No. For me, this is the better age to start. Mulai di usia segini aja nggak jamin langsung lancar kok, apalagi kalau baru mulai saat usia besar. Repot. Kami sedang menanam bibit padi untuk dituai kemudian hari.
Jadi, jika ditanya apa tips melatih anak berpuasa, saya akan menyarankan hal-hal ini berdasarkan pengalaman saya:
1. Perhatikan kesehatan anak. Bagaimana riwayat kesehatannya, atur asupan nutrisi yang baik dalam menu buka dan sahur. Idealnya, puasa itu menyehatkan, jadi jika anak sakit jangan paksakan untuk puasa.
Tanggap terhadap kondisi fisik. Misal muka anak mulai pucat, lemas dan pipisnya keruh merupakan tanda-tanda dehidrasi. Anak kelelahan sehabis melakukan perjalanan darat ratusan kilometer, bijaklah untuk mengambil rukhshah yang telah difasilitasi oleh Allah.
2. Sounding tentang bulan mulia ini dari jauh hari. Berpuasa butuh persiapan mental dan fisik. Ceritakan amalan-amalan yang unik hanya ada di bulan Ramadan hingga anak merasa semangat dan penasaran menunggu-nunggu datangnya Ramadan.
3. Istiqomah, ortu dan anak harus konsisten. Kapan harus bertahan, kapan harus merayu dan kapan boleh mengizinkan. Konsistensi ini yang akan membentuk karakter anak.
4. Beri contoh makan yang baik dan bergizi, tidak banyak 'makan sampah' yang akan membuat badan tak enak diajak puasa. Beri cerita pada setiap bahan makanan yang kita makan, misalkan "Hari ini kita buka sama jus belimbing yaa, banyak vit C nya untuk kesehatan mulut dan daya tahan tubuh." Tubuh yang fit membuat anak enjoy menjalani puasanya.
5. Tentunya tak banyak mengeluh di depan anak-anak, seperti "Duh kamu nggak usah caper deh...ibu lapar tau!" Hellow, namanya puasa ya seperti itu, jangan diperparah dengan ucapan yang tidak membantu sama sekali. Nanti anak juga mudah mengeluh atau bahkan mengada-ngada keluhan.
6. Bisa membuat target bertahap sesuai usia. Misal usia 6 ditargetkan latihan puasa sampai dzuhur, tahun depannya sampai ashar, dst. Atau, ditarget tahun ini tamat puasa min 10 hari (bolong-bolong atau berurutan).
Kalo saya punya sikap jika memang ingin batal, ya batal sekalian aja seharian itu. Ini membuat konsekuensi bahwa puasa tidak bisa seenaknya dibuka tutup alias buka terus lanjut. Ini beda-beda cara tiap orang tua yaa, silakan ambil yang paling cocok aja.
7. Ciptakan suasana Ramadan yang berbeda dari hari biasanya supaya memorinya melekat dan selalu merindukan Ramadan. Lantunan tilawah yang mengalun setiap habis subuh dan sore hari, membuat kue kering bersama, menyiapkan takjil di masjid, tradisi ngabuburit yang bermanfaat, shalat malam atau itikaf sekeluarga.
8. Beri pujian setiap kali anak berhasil puasa sampai magrib atau waktunya berbuka. Sesekali nggak apa-apa belikan es krim selepas Tarawih sebagai hadiah sudah menjalankan puasa seharian.
9. Tunjukkan teladan, dalam beribadah maupun nilai-nilai hidup yang baik.
Children see, children do. Whatever we do, they copy us!