Candi Singhasari (1300M)
Tersebutlah Candi Singosari, satu dari enam atau tujuh sisa peninggalan sejarah yang tersebar di wilayah Malang Raya. Candi-candi ini menjulang kokoh selama puluhan abad, melalui berkali-kali restorasi, bahkan sebelum kata "Indonesia" dilahirkan.
Jalan-jalan mengunjungi situs sejarah memang tidak seglamour seperti city icon yang ramai dan nge-hip. Hawanya sepi, sunyi, hanya benda-benda purbakala yang berbicara tentang masa lalu, masuknya saja kadang gratis, demi menarik massa. Bagi saya, candi atau stupa tiada lain mengingatkan pada pelajaran sejarah di sekolah yang penuh dengan hafalan nama, tahun, tempat dan kejadian.
Dalam kisah sejarah nusantara, terdapat sejumlah nama besar raja-raja berikut peninggalan kejayaannya, tidak lupa bumbu-bumbu drama pengkhianatan, cinta segitiga, kesaktian seseorang hingga memunculkan legenda dibalik penciptaan fenomena alam seperti air terjun, danau atau situs historis lainnya.
Lokasi
Candi Singosari terletak di desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, sekitar 9 km dari kota Malang ke arah Surabaya. Sangat mudah menjangkau candi ini, terlebih lokasinya ada di tengah pemukiman penduduk dan wilayah dengan nama jalan yang tematik.
Masuk ke sini gratis, bayar kalau beli buku panduannya. Hanya diminta isi buku tamu, lalu terserah, mau nyumbang seikhlasnya untuk perawatan candi, sangat direkomendasikan.
Relief dan Corak
Candi Singosari diperkirakan dibangun pada tahun 1300 M, dibuat sebagai penghormatan kepada raja Kertanegara, raja terakhir kerajaan Singhasari yang masyhur sebelum menjadi cikal bakal kerajaan Majapahit yang melegenda. Ada yang bilang raja Kertanegara dimakamkan juga di sini, berdasarkan kitab Pararaton yang menyebutkan bahwa Kertanegara dimakamkan di Tumapel (nama lain dari Singosari). "dimakamkan" di sini artinya tempat bersemayamnya abu sang Raja, mengingat dalam tradisi Hindu, jenazah dibakar kemudian sebagian abunya dilarungkan ke laut, sisanya ditaruh di tempat pendharmaannya yaitu bangunan tempat peringatan atau pemujaan terhadap arwahnya. Bangunan ini pada masyarakat umum disebut Candi.
Masih bingung apakah candi Singosari ini bercorak Hindu atau bercorak Budha, atau keduanya. Mengingat kerajaan Singosari (1222–1292) adalah kerjaan yang bercorak Hindu-Budha. Saya tidak cukup banyak membaca perbedaan candi Hindu dan Budha, pengamatan saya pada struktur candi yang menjulang menyerupai gunung dan ornamen bangunan di mana terdapat banyak patung kepala Batara Kala atau dewa Siwa, yang artinya candi ini bisa juga berupa pemujaan terhadap dewa tertinggi tersebut, menurut saya ini lebih Hindu banget (interpretasi pribadi, red).
Saya menelusuri sisi demi sisi candi, meraba bebatuan yang menyusunnya, menyimak beberapa lubang bekas direstorasi oleh Belanda di tahun 1930 tapi sepertinya belum sampai rampung karena masih banyak bebatuan di sekitar yang belum kembali pada tempatnya semula. Beberapa arca di sini sekarang berada ke museum Volkenkunde di Leiden, Belanda, seperti arca Ganesha, Agastya, Durga, dan lain-lain. Sebagian lagi ada di Museum Nasional Indonesia.
Arca-arca lain berjajar rapi di halaman luar, beberapa sudah tidak utuh bagian-bagiannya atau memang belum terselesaikan. Yang bisa saya kenali antara lain arca dewa Siwa dalam berbagai posisi, dewi Durga, dan lembu Nandhi (tau yaaa..asisten dewa Siwa yang terkenal setia itu), iya saya juga taunya dari serial Mahadeva di antv kok :p
Legenda
By the way, yang tidak kalah terkenal dari candi ini adalah legenda kerajaan Singhasari itu sendiri. Diceritakan Singosari ini dulunya bernama Tumapel, bagian dari wilayah kerajaan Kediri, yang dipimpin oleh seorang akuwu (semacam kepala desa/camat) yang bernama Tunggul Ametung. Tunggul Ametung punya istri yang sangat cantik bernama Ken Dedes, yang menurut ramalan, dia akan melahirkan keturunan raja-raja. Salah satu pengawal istana, Ken Arok, kepincut sama kecantikan Ken Dedes, lalu ia berniat merebutnya dari sang Raja dimana akhirnya Tunggul Ametung tewas tertikam keris sakti buatan Mpu Gandring. Sampai di sini, muncul bagian yang menarik, karena ada dua versi sejarah yang berbeda ;
Pertama, selama ini kita mengenal sejarah kerajaan Singhasari dari buku pelajaran di sekolah. Lima jilid buku berjudul SEJARAH NASIONAL INDONESIA karangan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto. Dalam versi ini, diceritakan bahwa Ken Arok yang membunuh Tunggul Ametung memakai keris pesanannya dari Mpu Gandring. Tujuan Ken Arok tiada lain adalah melenyapkan suami Ken Dedes dan menjadi penguasa Tumapel. Sebelumnya, Ken Arok melakukan tipudaya fitnah terhadap Kebo Ijo, pengawal kerajaan lainnya, hingga ketika Tunggul Ametung tewas, Kebo Ijo lah yang dihukum mati dan Ken Arok bebas melenggang menuju kekuasaan.
Kedua, versi yang diceritakan dalam novel yang berjudul "Ken Arok" yang konon ditulis berdasarkan kitab Negarakertagama dan kitab Pararaton (kitab para raja). Di sini, si Kebo Ijo, tangan kanan Tunggul Ametunglah yang menikam sang raja karena dijanjikan oleh Kertajaya raja Kediri akan diberi kekuasaan menjadi akuwu Tumapel. Kebo Ijo kemudian dihabisi oleh Ken Arok, dan secara otomatis menggantikan Tunggul Ametung sebagai akuwu Tumapel. Dalam kepemimpinannya, Tumapel berhasil menjadi wilayah yang disegani, baik dari kekuasaan maupun kekuatan prajuritnya, melampaui kerajaan Kediri sendiri yang akhirnya menyerah di tangan taklukannya.
Tentang versi mana yang benar, perlu kajian lebih luas lagi mengingat kitab Pararaton sendiri ditulis jauh setelah eranya para raja tersebut dan bisa jadi mengandung unsur tambahan, mitologi, maupun tokoh-tokoh fiktif. Begitu pula dengan buku Sejarah Nasional, yang ditulis pada masa orde baru. Kita hanya belajar dari bukti-bukti yang tertinggal, meramu kisah yang tentu selalu penuh interpretasi subjektif.
Yang kemudian sama dari kedua versi ini adalah, Ken Arok mendirikan kerajaan Singhasari dan menjadi raja pertama bergelar Sri Jaya Amurwabhumi (1222-1227). Dari keturunan inilah lahir banyak raja-raja di kemudian hari, terlebih lagi Ken Arok memiliki dua istri yakni Ken Dedes dan Ken Umang. Drama berlanjut ketika perebutan kekuasaan terjadi di kalangan anak-anak mereka, Anusapati sebagai anak tertua yang merupakan anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung, merasa berhak dan membalaskan dendam ayahnya menikamkan keris Mpu Gandring ke tubuh Ken Arok. Anusapati menjadi Raja Singhasari (1227-1248), sementara itu persengketaan tahta terus berlanjut di kalangan mereka, saling membalaskan dendam, pergantian raja dari Anusapati ke Tohjaya, Wisnuwardhana, hingga berakhir di raja Kertanegara (1268-1292).
Singhasari mencapai kegemilangannya pada masa Kertanegara yang berhasil menaklukan daerah-daerah di luar Jawa antara lain Melayu, Bali, Pahang, Gurun dan Bakulapura. Bahkan konon ia pernah menolak permintaan Kubilai khan raja Mongol untuk tunduk kepadanya.
Keruntuhan kerajaan Singhasari ditandai oleh kematian Kertanegara saat terjadi penyerangan yang dipimpin oleh Jayakatwang dari kerajaan Kediri. Salah seorang menantu Kertanegara, yaitu Raden Wijaya berhasil melarikan diri lalu kemudian nantinya mendirikan kerajaan legendaris di nusantara, yakni kerajaan Majapahit yang sekarang menjadi wilayah Trowulan, kabupaten Mojokerto.
Puyeng? iyaaaa...tapi menarik.
Yang pasti, dari hasil jalan-jalan seperti ini, kalau kita mau membaca dan mencari tahu, wisata candi tidak lagi membosankan karena penuh dengan simbol dan peninggalan yang menanti digali lebih dalam. Kalau lah Robert Langdon benar-benar ada, dia pasti antusias banget menelusuri candi demi candi di seluruh Nusantara :)
Traveler notes : masih ada beberapa situs lain di wilayah Candirenggo, antara lain arca raksasa Dwarapala yang biasanya ditempatkan sebagai penjaga pintu gerbang masuk tempat suci. Satu lagi stupa Sumberawan yang letaknya jauh ke atas di kaki gunung Arjuna.
Yang tidak boleh dilupakan saat jalan-jalan ke sini, ada banyak kedai bakso enak di sekitar wilayah candi. Never missed the chance to enjoy city of bakso.
Baca juga tentang Candi Sukuh di Karanganyar, Jawa Tengah yang konon dulunya merupakan tempat pengruwatan.